KUPANG, KOMPAS.com - Konsulat Jenderal RI di Penang, Malaysia, Iwansha Wibisono mengungkapkan, jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang meninggal di Malaysia pada tahun 2017 sebagian besar berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Catatan kami, dari 69 TKI yang meninggal di Malaysia tahun 2017, 62 orang dari NTT," ungkap Wibisono di ruang rapat Kantor Gubernur NTT, Selasa (20/3/2018).
Sebagian besar TKI yang meninggal itu adalah TKI yang tidak memiliki dokumen alias ilegal.
Oleh karena itu, lanjut Wibisono, perlu adanya upaya komprehensif dalam mengatasi fenomena TKI ilegal tersebut.
Baca juga: Penyiksaan TKI di Malaysia, Kisah Suram yang Seolah Tiada Akhir
BP3TKI Provinsi, kata Wibisono, perlu meningkatkan peran pemberdayaan para purna TKI agar tidak mengajak warga lainnya.
"Juga penting aparat kecamatan dan desa melakukan sosialisasi bahwa kerja di Malaysia tidak seenak yang dipikirkan," ucapnya.
Para purna TKI atau eks TKI, sebut Wibisono, juga dapat dijadikan narasumber agar masyarakat lebih percaya tentang sulitnya menjadi TKI di Malaysia, terutama yang ilegal.
Baca juga: Sebelum Meninggal, TKI di Malaysia Tidur di Luar Bersama Anjing
Sementara itu, Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengatakan, pihaknya akan membentuk tim untuk mendata TKI ilegal yang bekerja di Malaysia.
Menurut Lebu Raya, pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT tidak mengetahui waktu keberangkatan para TKI ilegal ini, termasuk juga tidak memahami kerja mereka di sana. Lalu tiba-tiba disiksa dan meninggal.
"Kami menerima peti mayat terus. Terus terang, saya merasa tidak nyaman melihat rakyat dan anak-anak meninggal dengan cara itu. Sangat menyakitkan," ungkap Lebu Raya saat bertemu dengan Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), di Kupang, Selasa.