Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belum Ada Perda, Kendala Pemerintah Lakukan "Shifting" Lahan Tidur

Kompas.com - 24/11/2017, 20:50 WIB
Kontributor Yogyakarta, Teuku Muhammad Guci Syaifudin

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertanian meminta pemerintah kabupaten yang belum memiliki peraturan daerah tentang lahan abadi untuk segera menerbitkannya. Hal itu dinilai penting untuk menambah ketersediaan lahan untuk pangan yang setiap tahunnya mengalami penyusutan.

"Isunya shifting lahan pertanian ke non-pertanian dalam setahun mencapai 60.000 hektar hingga 100.000 hektar," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, Agung Hendriadi, di Hotel Grand Aston, Jalan Urip Sumoharjo, Kota Yogyakarta, Jumat (24/11/2017).

Sementara itu, lanjut Agung, Kementan berhasil mencetak 130.000 hektar lahan abadi dalam dua tahun terkahir. Namun jumlah tersebut, lanjutnya, dinilai belum mencukupi kebutuhan mengingat sifatnya hanya untuk mengganti.

"Padahal yang kita butuhkan itu bukan mengganti. Jika melihat kebutuhan perut, kita harusnya menambah," tutur Agung.

Maka dari itu, Agung mengatakan, pemerintah harus membuka lahan baru dengan membangunkan lahan tidur. Rencananya, lanjut dia, ada 4 juta hektar lahan tidur yang terdiri dari lahan kering, lahan tadah hujan, lahan rawa yang akan dibangun menjadi lahan aktif. Namun hal tersebut terkendala belum adanya perda di tingkat kabupaten.

"Sebetulnya (penyediaan) lahan abadi sudah tertuang dalam UU dan PP. Namun PP ini sifatnya tidak operasional. Perlu perda di tingkat kabupaten karena mereka yang punya tanah," tutur Agung.

Dia mengatakan, pihaknya pun sudah berkoordinasi dengan DPD untuk mendorong bupati agar segera menerbitkan perda lahan abadi. Karena, lanjut dia, yang berwenang mengelola tanah di daerah adalah kabupaten.

"Ini yang perlu kita dorong. Perlu ada regulasi yang dibuat. Dua ini (UU dan PP dengan Perda) ini harus berjalan dalam memenuhi ketahanan pangan," ucap Agung.

Ditanya soal kendala masih ada pemerintah kabupaten belum menerbitkan perda, dia tak bisa memastikannya. Namun dia menilai jika terdapat perbedaan kepentingan antara pusat dan daerah.

"Kami setiap hari kepala daerah ketemu dan selalu kami tanya," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com