Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rinding Gumbeng Gunungkidul, Bukan Sekedar Alat Musik

Kompas.com - 23/04/2017, 22:23 WIB
Markus Yuwono

Penulis

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Rinding Gumbeng musik tradisional asli Gunungkidul, Yogyakarta, masih dimainkan oleh masyarakat di dusun  Duren, Desa Beji, Kecamatan Ngawen.

Untuk melestarikannya, alat musik berbahan dasar bambu seringkali dimainkan bersama musik modern.

Tidak ada literatur yang menyebutkan kapan alat musik ini mulai dibuat masyarakat Gunungkidul. Sampai saat ini, hanya sebatas sejarah lisan yang diturunkan dari nenek moyang hingga sekarang.

Rinding gumbeng diceritakan sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu sebelum adanya logam.

Salah seorang yang masih aktif memainkan Rinding Gumbeng adalah Sri Hartini (48). Warga Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan Ngawen masih aktif berlatih setiap Jumat malam.

Rinding adalah alat musik yang terbuat dari bambu dengan panjang 25 cm dan tebal 2 mm. Di tengah belahan bambu diberi lubang, dan dibuat seperti jarum dengan panjang 20 an cm. Ujungnya diberikan tali untuk menarik disisi lainnya sebagai pegangan.

Cara memainkan pun cukup unik, rinding diletakkan di bibir dan mulut agak merenggang, suara dari dalam leher dikeluarkan. Jarum yang ada ditengah rinding akan bergetar, dan muncul bunyi.

Sementara, gumbeng sebagai alat pengiring terbuat dari bambu yang beberapa bagian diberi lubang. Membuatnya harus menggunakan bambu khusus, dari begung dan pelepah aren

"Tidak ada nada seperti alat musik biasanya, alat ini tergantung dari perasaan pemainnya,"kata Sri Kamis (20/4/2017).

Pemainnya sendiri bisa berjumlah empat atau lima, masing-masing memegang rinding, kemudian dua gumbeng, dan terkadang ada satu orang penyanyi melantunkan lagu.

Awalnya, alat musik ini dimainkan saat panen dengan tradisi memboyong dewi Sri. Saat panen, petani mengarak hasil bumi sambil memainkan rinding gumbeng.

Dalam analogi jawa dewi Sri merupakan sosok imajiner yang merupakan dewi kesuburan. Sehingga diharapkan dapat membawa kesuburan dan hasil yang melimpah pada musim panen selanjutnya.

"Masyarakat percaya  ketika memainkan Rinding Gumbeng, Dewi Sri akan datang, dan terhibur karenanya, sehingga kelak akan memberikan kesuburan dan hasil yang melimpah pada panen yang akan datang," ucapnya.

Selain dimainkan saat masa panen, Rinding Gumbeng juga dimainkan saat upacara Sadranan atau disebut Ruwahan hutan adat Wonosadi, Ngawen, Gunungkidul. 

"Untuk melestarikan kami terus berlatih sampai sekarang," tuturnya.

Setiap beberapa bulan sekali group rinding gumbeng pentas  dalam festival musik di Yogyakarta. Tak hanya alat musik ini, namun juga dikolaborasikan bersama alat musik modern lainnya. Kendati begitu, Sri mengaku masih khawatir keberlangsungan alat musik ini.  Sebab, tak banyak generasi muda yang bisa memainkan alat musik ini.

"Untuk itu, kami terus berupaya memperkenalkan dan mengajak generasi muda ikut melestarikan Rinding Gumbeng," sebutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com