Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menguras Untung dari Sumur "Lantung"

Kompas.com - 15/09/2016, 11:45 WIB
Achmad Faizal

Penulis

BOJONEGORO, KOMPAS.com - Aktivitas eksploitasi minyak bumi berlangsung di tengah hutan Jati, di lereng - lereng bukit pegunungan Kendeng Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, dari ratusan sumur tradisional.

Kegiatan itu tidak menggunakan alat modern dan tenaga asing. Hanya ada mobil bekas, tali, kayu, timbel, serta pekerja yang tidak memiliki kualifikasi penambang, apalagi ahli geologi.

Sebagian sumur disebut sebagai sumur tua, dan tercatat masuk di Wilayah Kerja Penambangan (WKP) anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang bergerak di sektor hulu, yakni Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Asset 4 Field Cepu. 

Sebagian lagi masih disebut ilegal karena dibuat tanpa melalui prosedur yang ditetapkan.

Dari ratusan sumur tua tambang minyak itu, setidaknya ratusan barrel minyak bumi setiap harinya dieksploitasi secara tradisional. 

Suara mesin kendaraan terdengar dari sebuah truk besar di area tambang minyak desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan.

Kendaraan tua itu tidak berjalan, Agus dan dua rekannya hanya memanfaatkan tenaga putaran roda tanpa ban itu untuk menarik minyak mentah atau "lantung" dari perut bumi berkedalaman 300-500 meter, dengan tali yang dikaitkan melalui tripod kayu tepat di atas lubang sumur penyimpan minyak. 

Tripod kayu setinggi 10 meter itu berwarna hitam pekat, karena terlalu lama terkena percikan lantung.

Agus saat itu bertugas sebagai penimbal (ngimbel), atau yang mengarahkan ujung alat pengambil minyak berbentuk lonjong (timbel) ke lubang penyimpan minyak yang ditanam di bawah tanah.

Minyak bercampur air berhasil masuk ke lubang tempat minyak. Warnanya cokelat kemerah-merahan. Minyak itu masih bercampur air tanah.  Jika tidak ada Agus, dipastikan ujung alat tersebut tidak akan pas ke lubang penyimpan, dan minyak pun akan berceceran.

Dua rekan Agus bertugas sebagai operator mesin mobil dan pemindah minyak ke jeriken untuk dibawa ke tempat penyulingan minyak.

"Minyak-minyak ini tidak langsung dijual, tapi dimasak terlebih dahulu agar air dan minyaknya terpisah. Minyak berwana hijau tua, sementara airnya cokelat kemerahan," kata Agus, warga Desa Bleboh, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah itu kepada Kompas.com, pekan lalu.

Agus dibatasi hanya dua jam mengeksploitasi sumur Lantung itu. Selanjutnya dia akan berpindah ke sumur Lantung lainnya, milik bos yang berbeda.

Dulu, kata dia, pengambilan lantung tidak dibantu mesin mobil, jadi harus ditarik oleh banyak orang. Dua jam memeras keringat di sumur tersebut, dia diupah Rp 50.000. "Sehari bisa tiga sampai empat sumur," kata bapak dua anak ini.

Tidak jauh dari sumur yang sedang dieksploitasi, terdapat tempat khusus untuk menyuling lantung. Tempatnya dibawah tanah, dengan tong dan kayu bakar. Uap hasil rebusan disalurkan melalui pipa khusus ke tempat penampungan minyak mentah yang sudah berupa solar siap jual.

Biasanya, solar yang dihasilkan langsung dijual ke pemilik kapal di kawasan Pantai Utara (Pantura).

Praktik penyulingan lantung itu terbilang ilegal, karena menurut aturan yang berlaku, penambang harus menjual lantung ke Pertamina EP Asset 4 Field Cepu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com