Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani dan Karyawan Perusahaan Saling Serang dengan Pedang Samurai dan Bambu Runcing

Kompas.com - 14/03/2016, 14:07 WIB
Junaedi

Penulis

MAMUJU UTARA, KOMPAS.com — Ratusan petani dan karyawan PT Unggul Widya Lestari terlibat konflik perebutan lahan perkebunan sawit di Desa Kasano, Kecamatan Baras, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat, Senin (14/3/2016).

Kedua kelompok warga yang mempersenjatai diri dengan katana atau pedang samurai, parang panjang, dan bambu runcing itu bersitegang tentang status lahan yang mereka duduki.

Puluhan petani nekat mendirikan tenda di areal perkebunan sawit yang diklaim menjadi milik PT UWL. Warga merasa lahan itu telah direbut secara paksa tanpa ganti rugi.

Warga dan karyawan perusahaan ini kembali terlibat bersitegang untuk kali kesekian sejak setahun terakhir. 

Kedua kubu beberapa kali terlibat berhadap-hadapan hingga nyaris terlibat saling bacok di tengah kawasan perkebunan sawit.

Suasana panas antar-kubu itu terjadi ketika salah seorang karyawan perusahaan meluapkan emosi dengan menyerang sekelompok warga. Tindakan itu dihalau oleh polisi.

Ratusan petani merespons tindakan itu dengan berusaha menyerang. Polisi beberapa kali melepaskan tembakan peringatan agar kedua pihak membubarkan diri, tetapi massa tetap bertahan di lokasi.

Sengketa lahan antara warga dan perusahaan tersebut sudah berlangsung selama bertahun–tahun dan hingga kini belum ada titik temu. Warga bosan dengan janji pemerintah dan anggota DPRD untuk menangani konflik agraria ini.

DPRD Mamuju Utara telah membentuk panitia khusus (pansus) pascakonflik berdarah beberapa tahun lalu. Namun, hingga kini, warga Kasano belum melihat hasil kerja pansus.

Hal itu memicu kemarahan warga sehingga mereka kembali menduduki lokasi sengketa dengan cara mendirikan tenda di lokasi tersebut.

Jabbar, salah satu warga, mengatakan, petani menginginkan kejelasan atas sengketa lahan yang terjadi sejak 1998 tersebut.

Warga yang berkebun di lokasi itu secara turun-temurun diusir. Rumah mereka juga dibongkar oleh perusahaan yang mengklaim tanah tersebut.

Akibatnya, seluruh tanaman warga saat itu dimusnahkan oleh pihak perusahaan tanpa sepersen pun ganti rugi.

"Kami akan terus berjuang mendapatkan hak atas tanah kami yang dirampas paksa menggunakan cara-cara preman yang dilakukan perusahaan sampai tanah kami dikembalikan atau diberi ganti rugi yang layak," kata Jabbar, yang mengaku sudah puluhan tahun bertani di lahan tersebut.

Para petani menduga, ratusan karyawan perusahaan sengaja dikerahkan untuk menghadang dan mengusir warga dari lahan sengketa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com