Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YPI Nilai Anak-anak Korban Kekerasan di Sumatera Utara Belum Terlindungi

Kompas.com - 29/12/2015, 22:33 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Sumatera Utara menjadi contoh daerah dengan anak-anak korban kekerasan yang belum terlindungi. Pasalnya, banyak hukum dan perundang-undangan yang belum terimplementasikan dengan baik dalam mencegah, melindungi maupun merehabilitasi.

Anak-anak korban kekerasan baik fisik maupun seksual dan yang berkonflik dengan hukum merupakan kelompok yang paling menderita akibat lemahnya perlindungan hukum.

"Saat ini Sumatera Utara masih cenderung mengabaikan masalah anak-anak yang menjadi korban kekerasan," kata Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia Fatwa Fadillah, Selasa (29/12).

Menurut Fatwa, sepanjang 2015 kasus kekerasan yang ditemukan YPI sangat mengkhawatirkan. Data yang dilansir dari berbagai media dan kasus-kasus yang ditangani langsung menunjukkan 204 anak menjadi korban tindak kekerasan.

Kasus pencabulan menempati urutan pertama dengan 90 korban, di susul penganiayaan dengan 48 korban dan kasus pemerkosaan 29 korban.

Selebihnya kasus pencurian, pembunuhan, penculikan, penelantaran dan incest. Usia anak yang menjadi korban bergerak dari setahun sampai 18 tahun. Namun yang paling dominan menjadi korban adalah mereka-mereka yang berusia 15 hingga 16 tahun sebanyak 64 korban, serta usia 17 sampai 18 tahun sebanyak 32 korban.

Dari sisi karakteristik pelaku yaitu orang baru dikenal, tetangga, guru, orang tua, dan teman juga ikut dominan dalam melakukan kekerasan terhadap anak.

"Kota Medan menempati urutan korban terbesar mencapai 64 korban di antaranya merupakan korban pencabulan dan pemerkosaan, disusul Deli Serdang 44 korban, Langkat dan Pematang Siantar 12 korban. Faktor teknologi dunia maya sepertinya ikut memberi andil terjadinya berbagai kasus pencabulan dan kekerasan karena pelaku utamanya dari kalangan remaja," ujar Fatwa.

Solusinya, masih kata Fatwa, peran domestik atau keluarga sangat besar memberikan pengaruh terhadap sikap tumbuh kembang anak. Perhatian dalam bentuk kasih sayang serta menjadikan anak sebagai teman mampu membuat anak mencurahkan permasalahan yang di hadapinya.

"Sejauh ini, berdasarkan penanganan kasus yang dilakukan YPI, acapkali korban kekerasan tidak mendapatkan intervensi terutama dalam pemulihan psikologisnya, bahkan sebaliknya justru stigma negatif dari masyarakat yang mereka terima," ungkap Fatwa.

Untuk itu, hal yang sangat penting adalah sikap negara atau pemerintah untuk komit terhadap perlindungan anak, sesuai yang dimandatkan Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak karena anak merupakan generasi penerus bangsa di masa mendatang.

Sementara di tempat terpisah Ketua Badan Pembina YPI Edy Ikhsan menilai, dalam hal penegakan hukum anak yang berkonflik dengan hukum khususnya anak sebagai pelaku di nilai masih belum adil.

"Restoratif justice dan diversi masih belum terimplementasikan dengan baik, masih sebatas wacana. Jadi tidak ada kata ampun bagi anak yang mencuri sandal, atau mencuri sebungkus kue, masih disamakan dengan anak yang terbukti membunuh misalnya," kata Fatwa.

Karenanya institusi penegak hukum diharapkan harus meningkatkan kapasitas aparatnya dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, terutama memaksimalkan pelayanan dan penerapan restoratif justice dan diversi.

"Sedapatnya penanganannya jangan sampai masuk proses hukum. Semoga di tahun 2016 nanti, semua elemen tetap memberikan dan mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak dan melindungi mereka dari segala tindakan kekerasan, perlakuan salah dan eksploitasi," tegas Edy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com