Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebuah Asa di Timur Sumatera

Kompas.com - 29/04/2015, 18:00 WIB

KOMPAS
- Wajah Kota Dumai, yang beberapa tahun lalu terlihat kusam, saat ini mulai berubah. Meskipun belum terlalu cantik, kekumuhan kota pelabuhan utama di Provinsi Riau itu sudah jauh menipis.

Taman Bukit Gelanggang yang berada di pusat kota di pantai timur Sumatera itu telah menjadi ikon yang mampu mengubah wajah kota. Kalau saja kebersihan alun-alun kota itu dijaga dan semak-semak di sekelilingnya dapat dirapikan, niscaya taman itu akan semakin cantik.

Jalur masuk dari lintas timur Sumatera di Kilometer 25 Duri, menuju Dumai sepanjang sekitar 50 kilometer yang sebelumnya hancur, juga sudah mulus. Kalau saja antrean truk pengangkut minyak kelapa sawit mentah (CPO) tidak berjalan rapat beriringan, aspal beton rigid di sepanjang jalan itu mampu mendukung kecepatan sampai di atas 100 kilometer per jam.

"Dari sekitar 2.000 kilometer jalan di Kota Dumai, baik jenis jalan nasional, provinsi, maupun kota, hanya 15,38 persen lagi yang kondisinya masih rusak. Dahulu banyak orang malas ke Dumai karena jalannya sebagian besar rusak," papar Wali Kota Dumai Khairul Anwar, membuka perbincangan dengan Kompas pada pertengahan April di kediamannya.

Tentu ada saja Khairul membumbui keberhasilannya dalam membangun Dumai. Namun, diakuinya pula, kinerja pemerintahan kota dengan penduduk sekitar 316.000 jiwa itu masih rendah dalam menyediakan pelayanan publik yang berkualitas dan terjangkau.

"Ada banyak perbaikan yang telah kami lakukan, tetapi masih ada juga yang belum berubah. Namun, sebagai kota pelabuhan atau di tepi pantai, kami mampu swasembada sayur-sayuran, kecuali sayuran yang tidak dapat tumbuh di dataran rendah. Harap dicatat, kami pernah mengekspor sayur-sayuran ke Singapura," kata Khairul.

Apa yang diucapkan Khairul itu memang ada benarnya. Dumai memiliki kebun sayur berstandar internasional seluas 11 hektar yang dikelola beberapa kelompok tani. Setiap kavling kebun seluas 2.500 meter persegi, ukuran 50 meter x 50 meter, dibangun tertutup dengan pagar jaring halus (shading net), lengkap dengan sistem penyiraman berputar otomatis. Luas pertanaman sayur di luar pola itu jauh lebih besar lagi.

Berdaun lebar

Kebun yang dikelola kelompok petani itu pernah memproduksi empat jenis sayuran berdaun lebar, seperti caisim, xiao bai chai, kubis Tiongkok, dan endevis. Ekspor sayuran ke Singapura pernah dilakukan pada awal 2014 dan berakhir pada pertengahan Februari 2014. Pengiriman ke negara tetangga itu terhenti karena penerbangan dari dan menuju Dumai atau lewat Pekanbaru, ibu kota Riau, ditutup akibat terjadinya bencana kabut asap.

Periode Februari sampai April 2014, nyaris seluruh udara Riau ditutupi asap akibat kebakaran lahan dan hutan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu bahkan langsung memimpin pemadaman di Pekanbaru. Bencana itu langsung memutus harapan petani yang sempat bangkit.

Setelah periode bencana asap berakhir, Singapura tidak lagi menerima pasokan sayuran dari Dumai. Eksportir dinilai menyalahi kontrak atau tidak bertanggung jawab terhadap pengiriman pesanan. Pengimpor sayuran asal Singapura tak peduli dengan bencana asap yang mengganggu seluruh penerbangan dari dan ke Pekanbaru atau Dumai. Dalam kontrak tidak tertulis kendala cuaca, yang penting sayuran dari Dumai harus tetap sampai di Singapura.

"Setelah putus ekspor dari Singapura, kondisi kami benar-benar jatuh. Produksi sayur kami seluruhnya terpaksa dilempar ke pasar lokal. Pasar tidak dapat menampung sehingga harga sayuran kami jatuh. Harga ekspor Rp 4.500 per kilogram, terpaksa dijual Rp 500 per kilogram. Itu pun tak semuanya habis. Banyak petani kami yang bangkrut," ujar Indrawan Simamora, Ketua Kelompok Tani Sahabat Tani yang berlokasi di Kelurahan Bukit Datuk, Kecamatan Dumai Selatan.

Meski demikian, kata Indrawan, petani masih tetap bertanam sayur-sayuran untuk kebutuhan lokal. Jenis tanaman juga bertambah dengan sayuran lokal, seperti kangkung dan terong. Namun, produktivitas pertanian sayuran itu tidak dapat digenjot penuh karena jika panen melimpah akan merusak harga.

"Sekarang ini penghasilan petani kami sangat bervariasi, tetapi sebulan dapat mencapai Rp 3 juta. Hampir semua anggota kelompok kami merupakan ibu rumah tangga sehingga pendapatannya menambah penghasilan keluarga," kata Indrawan.

Untuk mengantisipasi produksi dan jenis tanam, kelompok tani dibantu aparat Dinas Perkebunan dan Kehutanan Dumai mengatur pola tanam. Dengan begitu, produksi tidak berlimpah di pasaran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com