Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jangan Salahkan Kami Bertindak karena Suara Kami Tak Didengar"

Kompas.com - 29/11/2014, 16:54 WIB
Kontributor Semarang, Puji Utami

Penulis


SEMARANG, KOMPAS.com — Tenda penolakan pendirian pabrik PT Semen Indonesia masih berdiri di jalan masuk pabrik di hutan Kadiwono, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Puluhan ibu rumah tangga setiap harinya tidur dan beraktivitas di tenda tersebut. Pembangunan pabrik itu memang masih menimbulkan pro dan kontra. Sempat terjadi aksi pemblokadean jalan oleh para ibu-ibu dan beberapa warga pada Rabu dan Kamis (26-27/11/2014) lalu. Ketegangan pun terjadi antara warga dan aparat polisi serta TNI.

Joko Prianto dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Rembang mengatakan, ketegangan terjadi saat alat berat yang mengangkut bahan pembangunan pabrik akan masuk. Terjadi aksi saling dorong, bahkan beberapa warga dipaksa mundur oleh aparat.

Satu tenda dirobohkan dan sejumlah bendera Merah Putih yang dipasang warga diambil paksa. "Ada tiga warga, dua ibu-ibu dan satu bapak yang terluka. Sudah kami periksakan untuk divisum di rumah sakit, tapi ternyata hasilnya harus diambil polisi. Jadi, kami tidak boleh ambil. Rencananya Senin (1/12/2014) kami lapor ke polisi," ujar Joko saat dihubungi dari Semarang, Sabtu (29/11/2014).

Ia mengatakan, aksi pemblokadean berawal dari hasil ibu-ibu datang ke Jakarta sepekan lalu. Mereka datang ke Jakarta dengan membawa surat penolakan pembangunan pabrik yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan ditembuskan pada 17 instansi. Dalam surat itu disebutkan, jika dalam satu minggu tidak ada iktikad baik untuk bermusyawarah, warga akan bertindak.

"Ternyata benar, tidak ada respons dari pemerintah. Warga ini bersikap kesatria, apa yang diucapkan dilakukan. Jadi, jangan salahkan kami bertindak karena suara kami tak didengar," tambahnya.

Warga yang melakukan penolakan menilai pembangunan pabrik bisa merusak lingkungan. Lokasi pabrik berada di wilayah Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih, kawasan yang memiliki fungsi sebagai penyimpan cadangan air yang juga dimanfaatkan warga sekitar.

Hasil penelitian air bawah tanah di Gunung Watuputih oleh Dinas Pertambangan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah pada Maret 1998 menjelaskan bahwa Gunung Watuputih dan sekitarnya secara fisiografis tergolong dalam tipe bentang alam karst. Jika pembangunan tetap berlanjut, fungsi resapan air kawasan CAT Watuputih akan hilang.

Hal itu dinilai mengancam lebih dari 607.198 jiwa di empat kecamatan Kabupaten Rembang yang selama ini kebutuhan airnya dipasok dari kawasan tersebut. Menurut keterangan Badan Geologi, jika kawasan CAT Watuputih ditambang, hal itu akan berdampak pada hilangnya mata air di Kabupaten Blora dan Bojonegoro.

Kawasan resapan air yang hilang dikhawatirkan akan menimbulkan banjir. Joko mengatakan, hingga saat ini, puluhan ibu itu masih bertahan dan terhitung sudah 167 hari sejak 16 Juni lalu. "Para ibu itu kondisinya baik dan sehat, kemarin memang warga kampung sempat tidak diperbolehkan lewat dan ke tenda. Sampai sekarang masih dijaga oleh polisi dan TNI, dan kami akan tetap berjuang untuk mempertahankan alam dan masa depan anak cucu kami," tuturnya.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta semua pihak bersabar menunggu keputusan majelis hakim PTUN atas gugatan penerbitan izin lingkungan tersebut. Saat ini gugatan di PTUN terkait izin lingkungan pabrik masih dalam proses. Namun, banyak pihak menyayangkan masih beroperasinya pembangunan saat gugatan itu belum juga diputuskan.

Kuasa hukum PT Semen Indonesia Adnan Buyung Nasution juga sudah melakukan pertemuan dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada pekan lalu. Adnan mengatakan, pihak PT Semen Indonesia terus melakukan berbagai upaya pendekatan secara persuasif serta penjelasan ilmiah kepada kelompok masyarakat yang masih menolak sehingga diharapkan pembangunan pabrik bukan memberikan dampak negatif, melainkan demi kepentingan bersama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com