Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Samarinda Korban Tambang Menangkan Gugatan atas Pemerintah

Kompas.com - 17/07/2014, 07:45 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani Julius

Penulis


BALIKPAPAN, KOMPAS.com
– Warga Kota Samarinda, Kalimantan Timur, memenangkan gugatan atas pemerintah di Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu (16/7/2014). Mereka menuntut pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta layak ditinggali di tengah masifnya industri eksploitasi batu bara di ibu kota Kaltim ini.

Warga yang menamai diri Gerakan Samarinda Menggugat (GSM) menuntut pertanggungjawaban menteri ESDM, menteri Lingkungan Hidup, gubernur Kaltim, wali kota Samarinda dan DPRD Samarinda. Dalam putusan gugatan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Sugeng Hiyanto, pemerintah dianggap telah bersalah karena lalai mewujudkan dan menciptakan lingkungan hidup yang layak ditinggali.

“Para tergugat lalai dalam kewajibannya mewujudkan dan menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat sehingga mengakibatkan kerugian kepentingan umum bagi warga negara khususnya warga Samarinda,” kata Sugeng.

Kelalaian itu menjadi pekerjaan rumah berikutnya bagi pemerintah. Pengadilan memutuskan agar pemerintah mengevaluasi seluruh kebijakan izin pertambangan dan seluruh kegiatan turunannya di Samarinda.

“Menghukum para tergugat untuk mengeluarkan kebijakan pengaturan umum mengenai pertambangan batu bara meliputi evaluasi seluruh izin tambang yang sudah dikeluarkan,” katanya.

Gugatan melalui citizen lawsuit (gugatan warga negara) ini berlangsung kurang dari 50 menit. Sepanjang sidang, Sugeng didampingi hakim anggota Hongkun Otoh dan Yuli Effendi.

“Para tergugat (harus) mengawasi para pelaku usaha untuk merealisasi reklamasi dan kegiatan pasca-tambang, perbaikan fungsi lingkungan hidup, mengupayakan secara strategis akan perlindungan pada kawasan pertanian dan perikanan milik masyarakat dari pencemaran akibat kegiatan pertambangan,” kata Sugeng membacakan putusannya.

Gugatan warga pada pemerintah mulai ditabuh pada 25 Juni 2013 lalu. Satu tahun berselang, gugatan ini berujung pada "kemenangan" para penggugat. Para penggugat terhimpun dari 19 warga, terdiri dari petani dan peternak budi daya ikan, aktivis lingkungan, pelajar, mahasiswa, akademisi, hingga agamawan.

“Mereka adalah korban langsung dan tidak langsung dari operasi tambang batu bara di Samarinda, dengan salah satu dampaknya adalah setiap tahun titik banjir terus bertambah. Beban warga pun juga bertambah,” kata juru bicara GSM, Merah Johansyah.

Organisasi GSM mengajukan 14 tuntutan yang semuanya berfokus pada perbaikan lingkungan yang telah rusak akibat masifnya pertambangan di Samarinda. Kendati memenangkan sidang, tidak semua gugatan dikabulkan hakim. Dari belasan tuntutan warga, hanya tiga yang dikabulkan. “Mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian,” kata Sugeng.

Sidang sendiri telah berlangsung hingga kali yang ke-27 sejak dimulai 2013 lalu. Dalam persidangan yang dibela empat pengacara, GSM menyodorkan setidaknya 38 bukti untuk memperkuat gugatan, baik dokumen tertulis, foto maupun video, hingga dua saksi korban dan dua saksi ahli.

Semua bukti menunjukkan sekitar 71 persen dari 71.800 hektar luas Samarinda telah menjadi lahan tambang batu bara, baik berupa satu Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Pemprov dan 63 izin dari Pemkot, serta 5 izin PKP2B yang dikeluarkan pemerintah pusat. Pemerintah hanya menyisakan 580 hektar hutan kota atau kurang dari satu persen wilayah sebagai area terbuka hijau.

Bukti dan saksi yang disodorkan berupa delapan anak tewas di kolam-kolam bekas tambang yang ditinggalkan begitu saja, kegagalan panen para petani dan peternak, hingga meningkatnya banjir di 35 titik di Samarinda.

Kendati memenangkan sidang, Merah menuturkan, perjalanan panjang sidang dan sebagian kecil tuntutan yang dikabulkan pengadilan menunjukkan bahwa upaya warga menuntut lingkungan yang baik ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan.

“Sidang ini adalah sebuah pelajaran bahwa warga tidak boleh diam bila haknya dirampas oleh korporasi, dan pemerintah hanya diam. Ini pelajaran bahwa bila lingkungan kita disakiti, ya harus dilawan untuk dilindungi. Keadilan tidak akan jatuh dari langit. Harus direbut, jangan ditunggu. Ini dijamin konstitusi karena warga berhak atas lingkungan yang baik,” kata Merah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com