Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LSM: Dana Bagi Hasil Tambang di Sultra Bocor Rp 15,6 Miliar

Kompas.com - 06/12/2013, 18:06 WIB
Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati

Penulis


KENDARI, KOMPAS.com - Dana bagi hasil (DBH) dari iuran tetap (land rent) pada sektor pertambangan di Sulawesi Tenggara, diduga mengalami kebocoran sebesar Rp 15, 6 miliar selama tahun 2012. Hal itu terungkap dalam hasil simulasi perhitungan DBH dari Lembaga Pengembangan Masyarakat Pesisir dan Pedalaman (Lepmil) Sulawesi Tenggara (Sultra) bekerja sama dengan Publish What You Pay Indonesia.

Menurut Direktur Lepmil Sultra, Yasril, data tersebut merupakan hasil selisih antara potensi DBH dengan realisasi DBH dari sepuluh kabupaten di Sulawesi Tenggara. Kekurangan pembayaran iuran tetap juga mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan dana bagi hasil, yang seharusnya menjadi sumber penerimaan bagi sepuluh kabupaten penghasil tambang di Sultra. Potensi kurangnya DBH tersebut mencapai Rp 12,5 miliar selama tahun 2012.

"Perhitungan yang kami lakukan menemukan potensi DBH Sultra dari iuran tetap sebesar Rp 18,6 miliar, tetapi realisasi pembayaran hanya sebesar Rp 6,17 miliar. Sehingga ditemukan adanya indikasi kebocoran senilai Rp 12,5 miliar," kata Yasril, Jumat (6/12/2013).

Ia menjelaskan, perhitungan tersebut diperoleh dari data jumlah IUP beserta luas wilayah izin yang dikeluarkan oleh 10 kabupaten dikali dengan tarif iuran tetap/dead rent/land rent yang harus dibayar berdasarkan tarif yang ditetapkan dalam PP Nomor 9 tahun 2012 tentang penerimaan bukan pajak di sektor ESDM.

"IUP yang ada tersebut tersebar di Kabupaten Buton, Kolaka, Kolaka Utara, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Muna, Bombana, Buton Utara, dan Kota Baubau. Dua daerah tidak memiliki IUP adalah Kabupaten Wakatobi dan Kota Kendari," katanya.

Dijelaskan Yasril, potensi kebocoran lebih besar lagi diduga berasal dari pembayaran royalti yang dihitung berdasarkan jumlah produksi bahan tambang di Sultra. “Itu baru perhitungan dari land rent, belum ditambah lagi pembayaran royalti, sebagian besar hasil tambang berupa nikel, emas, aspal dan sebagian kecil kromit, mangan, serta oniks dan batu besi,” ujarnya.

Menyikapi kondisi tersebut, Lepmil dan Publish What You Pay Indonesia merekomendasikan pemerintah daerah membuka kepada publik data-data perusahaan yang belum membayar pajak dan PNPB pertambangan; menegakkan hukum atau menagih perusahaan yang belum bayar pajak; memberikan akses informasi kepada publik dan melakukan pengawasan atas kegiatan pertambangan.

Sementara data dari kantor Bea Cukai Kendari mencatat baru ada 36 eksportir. Namun, hanya 20 sampai 25 perusahaan yang aktif menggunakan surat perintah ekspor di kantor Bea Cukai, padahal di Sultra ada sekitar 500 izin usaha pertambangan (IUP).

Untuk diketahui, banyak perusahaan tambang di Sultra yang melakukan pengapalan dengan menggunakan pelabuhan yang dibangun sendiri, sehingga hasil produksi tidak tercatat secara resmi di kantor bea cukai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com