Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam 3 Tahun, 91.968 Orang Jadi Korban Konflik Pertanahan

Kompas.com - 28/10/2013, 15:04 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (Huma) menyebutkan dalam tiga tahun terakhir terdapat 91.968 orang dari 315 komunitas adat masyarakat di Indonesia menjadi korban dalam konflik sumberdaya alam dan pertanahan.

"Konflik berlangsung di 98 kota/kabupaten di 22 provinsi dengan jumlah konflik mencapai 232 kasus," kata Direktur Huma, Andiko Sutan Mancayo, dalam peluncuran sekolah rakyat dan pendampingan hukum di kampus Universitas Bengkulu, Senin (28/10/2013).

Andiko melanjutkan, Huma juga melaporkan konflik sektor perkebunan merupakan konflik terbanyak, disusul kehutanan dan pertambangan. Konflik perkebunan terjadi 119 kasus dengan luasan 415 ribu hektare, sementara konflik kehutanan terjadi 72 kasus dengan hampir 1.3 juta hektare di 17 provinsi dan konflik pertambangan 17 kasus dengan luasan mencapai 30.000 hektare.

Andiko mengatakan, terdapat enam pelaku yang paling dominan dalam konflik sumberdaya alam dan agraria dengan proporsi keterlibatannya yakni Taman Nasional/menteri kehutanan, Perhutani, PT Perkebunan Nusantara (PTPN), perusahaan/koperasi, perusahaan daerah, dan instansi lain seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Dia lalu menjelaskan, sering terjadinya tindak kekerasan selama kasus berjalan dan negara justru menjadi pelanggar terbesar dengan keterlibatan mencapai 45 persen, instansi bisnis 36 persen dan individu berpengaruh sebanyak 10 persen.

Terdapat tujuh provinsi terbanyak mengalami konflik yakni Aceh, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.

Huma merekomendasikan, penghentian sementara atas semua perijinan untuk perusahaan di bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan dan pesisir. Lalu, kedua, menghentikan segala bentuk penanganan konflik dengan cara kekerasan, ketiga membentuk sebuah lembaga penyelesaian konflik agraria.

Keempat, penindakan pidana atas perusahaan yang melanggar, Kelima, melakukan peninjauan kembali terhadap perundang-undangan yang tumpang tindih. Keenam, mengembalikan tanah rampasan perusahaan maupun pemerintah kepada masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com