Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Tempe Banting Setir Jadi Pembuat Batu Bata

Kompas.com - 12/09/2013, 18:38 WIB
Kontributor Polewali, Junaedi

Penulis


POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com — Kenaikan harga dan kelangkaan kedelai membuat para perajin tahu dan tempe kelimpungan. Demi mempertahankan asap dapur, para perajin tempe-tahu di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, terpaksa beralih profesi. Salah satunya adalah menjadi pembuat batu bata, atau yang tidak memiliki lahan, menjadi karyawan pabrik bata.

Setidaknya itulah yang dilakukan Sarji, pengusaha tahu dan tempe di Sugiwaras, Wonomulyo, Polewali Mandar. Hampir dua bulan ini dia berusaha menyiasati biaya produksi tempe karena harga kedelai yang melambung.

Sarji sudah mengurangi pekerja, mengurangi produksi, memperkecil ukuran tempe, sampai mencampur kedelai dengan bahan lain untuk membuat tempe. Namun, cara itu kini tidak mempan lagi.

Dia tidak punya pilihan lain kecuali beralih profesi. Kini dia banting setir menjadi pengusaha batu bata, keterampilan yang baru dipelajarinya selama beberapa hari. "Semoga usaha ini bisa menjadi sumber pendapatan bagi keluarga saya," kata Sarji penuh harap, kepada Kompas.com, Kamis (12/9/2013).

Lahan yang dijadikannya tempat usaha pembuatan tempe dan tahu kini beralih fungsi menjadi tempat pembuatan batu bata.

Keputusan untuk berganti profesi juga diambil Sutikno dengan keterpaksaan. Namun, dia tidak seberuntung Sarji yang memiliki lahan untuk usaha sehingga dia akhirnya harus puas menjadi buruh pembuat batu bata.

"Sehari saya bisa dapat sekitar Rp 100.000. Kalau masih usaha tempe, keuntungannya tipis sekarang," ujar dia.

Lain lagi dengan Rudi Hartono, pengusaha tempe lainnya di Sugiwaras. Dia mencoba bertahan dengan tempe dan tahu. "Saya hanya berharap pemerintah serius menangani soal kedelai ini, supaya harganya turun. Usaha tempe tahu ini dimulai sejak nenek saya. Saya ingin usaha ini bertahan," tuturnya.

Saat ini Rudi sudah memangkas jumlah produksi. Sebelum ini dia mengeluarkan Rp 1,5 juta untuk biaya produksi berhari. "Sekarang cukup Rp 500.000 saja. Usaha ini sudah tidak menguntungkan lagi. Pelanggan saya sudah banyak yang lari," kata Rudi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com