Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makna HUT RI bagi Seorang Kuli Bangunan

Kompas.com - 17/08/2015, 11:03 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Waktu baru saja menunjukkan pukul 07.00 WIB, Senin (17/8/2015), Herman (42), warga Kota Bengkulu, seorang kuli bangunan tiba di tempat bekerja, tak banyak bicara ia langsung mengganti pakaian kerjanya lengan panjang berwarna hijau dekil dan celana panjang penuh tanah serta robek di beberapa bagian.

Lengkap dengan pakaian bekerja, Herman langsung menyusun batu kali yang telah dibeli untuk dijadikan pondasi sebuah dapur milik warga. Usai memindahkan batu kali Herman merangkai besi yang dibuat sebagai tulang pondasi, terampil dan cekatan. Mata Herman sempat mengerling saat sekelompok bocah SD jalan tergesa berpakaian merah putih menuju sekolah, para murid itu hendak mengikuti upacara bendera HUT RI ke 70.

"Saya sudah lama tak mengikuti upacara kemerdekaan Indonesia sejak tamat SD dan tak bersekolah lagi, lalu menjadi kuli bangunan," kata Herman.

Ia melanjutkan, terkadang dalam benaknya yang polos itu bertanya, apakah ia mencintai bangsa ini dengan segalanya. "Saya kadang berfikir apakah saya tidak nasionalisme, upacara saja saya tak pernah mengikuti, hanya memasang bendera lusuh di depan rumah yang saya sewa, itu pun kadang-kadang," katanya sambil tangannya terus bekerja.

Setiap hari ia disibukkan dengan bekerja menjadi kuli bangunan, buruh kebun bahkan menjadi pengangguran saat tak ada pesanan. Sementara di sisi lain ia harus menghidupi satu isteri dan dua anaknya yang menginjak bangku kuliah.

"Persoalan hidup, kebutuhan ekonomi yang berat, membuat saya lupa menjawab pertanyaan yang setiap tahun muncul, apakah saya masih ada rasa nasionalisme," lanjut dia.

Namun saat Kompas.com memberikan sebuah pertanyaan, apakah anda akan memberikan semua yang anda miliki saat negara membutuhkan anda, Herman menjawab singkat "Nyawa akan saya berikan jika negara memerlukannya."

Ia juga sempat menyeletuk, upacara menurutnya sebuah ritual perulangan untuk meneguhkan nasionalisme namun tak semuanya harus dilakukan dengan upacara bendera. "Negara mungkin memaklumi saya tak ikut upacara, setiap hari saya membawa bendera dalam bentuk lain yakni darah dan tuluang di tubuh saya dan saya mencintai negeri ini," jawabnya.

Permintaan Herman pada pengelola negara sangat sederhana yakni penuhi rasa keadilan dan permurah biaya pendidikan anaknya. Rasa nasionalisme Herman dan keinginannya merupakan representasi dasar dari seluruh rakyat Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com