JAMBI, KOMPAS.com - Ketika sinar mentari berada di atas kepala, empat mobil berisi 6-8 polisi mendatangi rumah Ismet Raja Tengah Malam. Mereka ingin mencari klarifikasi soal tudingan gerakan garis keras yang dikenakan pada Ismet.
"Saya dicap merah hitam (anarko) gerakan perlawanan garis keras. Polisi itu datang ke rumah untuk mengklarifikasi," kata Ismet Raja di Kedai Rambu House, Jambi, Minggu malam (23/6/2024).
Hari itu, dia mengira akan ditangkap terkait tuduhan tersebut. Namun, setelah beberapa jam pembicaraan, para polisi itu pun beranjak pergi.
Menurut Ismet, tuduhan tersebut memang tak berdasar. Ia menjalani hidup sebagai seniman karena pilihan, agar bisa menyuarakan kelompok tertindas.
"Seniman adalah orang yang berdoa dua kali. Pertama ketika beribadah dengan Tuhan, kedua saat dia melahirkan karya-karya. Itu semua doa untuk kebaikan alam raya," kata lelaki yang lahir 9 September 1983 ini.
Baca juga: Dosen Unair Beberkan Manfaat Psikoterapi lewat Musik
Jalan sunyi yang ditempuh Ismet Raja Tengah Malam sudah dimulai sejak 2004, dari musik aliran punk, musik pergerakan dari jalanan.
Dalam perjalanannya membuat band Blockhead berjalan selama dua tahun. Kemudian membuat band baru namanya Biangkerok.
Lalu, lantaran sering dicap negatif oleh Pemerintah, dia akhirnya kembali berganti nama yakni BiangRaw.
Biangraw sudah punya album dan pernah melakoni tur Sumatera, yakni ke Kota Tembilahan, Pekanbaru, Padang, Dharmasraya, dan Jambi.
"Ketika tur terakhir di Jambi dibubarkan oleh Pemerintah Kota dalam wujud Satpol PP, padahal kegiatannya sosial membersihkan ikon Tugu Juang bersama kawan-kawan komunitas di Sumatera," kata lelaki berusia 41 tahun itu.
Alasan pembubaran, katanya Pemerintah memandang aliran dan penggemar musiknya orang-orang yang berpotensi meresahkan masyarakat.
Kendati pernah dibubarkan ketika manggung, Ismet tak patah arang. Pilihan hidupnya adalah musik.
"Musik media paling universal untuk menyuarakan persoalan sosial, kerusakan lingkungan, korupsi, kelompok miskin kota, buruh, petani dan nelayan. Bahkan masyarakat adat Orang Rimba," kata Ismet.
Melalui musik dia ingin mendorong gerakan masyarakat yang lebih luas, untuk peduli dengan lingkungan dan segala persoalannya.
Setelah puas menelan pahitnya stigma negatif, Ismet Raja Tengah Malam mulai bersolo karir dan meninggal dunia band pada 2018.
Setelah menghilangkan stigma, pembungkaman yang dilakukan Pemerintah terhadapnya mulai mereda.
Baca juga: Introvert, Isyana Sarasvati Curhat Lewat Musik Saat Terpuruk
Meskipun -memang- ketika tampil di acara Pemerintah, ada beberapa karya yang dicoret dalam list lagu yang akan dibawakan.
"Tetap ada batasan, tapi tak sampai pembubaran. Dengan solo, saya lebih kritis terhadap masalah sosial dan kesenjangan," kata Ismet.
Karya seni yang diciptakan dapat mendorong orang dalam pergerakan terutama perjuangan hak asasi manusia, kaum buruh, kaum miskin kota, dan masyarakat minoritas Orang Rimba.
Meskipun sudah mulai diterima, aliran musik Ismet belum diterima sepenuhnya oleh masyarakat umum, terutama Pemerintah yang menjadi sasaran kritik.
"Padahal tujuannya untuk saling mengingatkan persoalan yang ada berdasarkan fakta-fakta adanya perampasan tanah petani, buruh, nelayan dan kaum miskin kota kehilangan haknya," kata dia.