Untuk menunjang aktivitas keseniannya, Ismet juga membuka kedai atau warung yang juga memberikan ruang bagi orang-orang untuk berdiskusi.
Apakah cukup berkesenian untuk hidup? "Saya menjadi orang yang bersyukur atas semua anugerah Tuhan. Jadi selalu ada jalan untuk kebutuhan anak dan isteri," kata Ismet.
Demi menyebarkan kebaikan dan memperluas gerakan, Ismet menginisiasi project Folk Sumatera sekalian promo album Hijau dan Biru Ismet Raja Tengah Malam pada 2019.
"Kota yang dikunjungi itu Palembang, Bengkulu, Jambi, Kerinci, sarolangun, Padang, Medan, Banda Aceh dan Sabang," kata dia.
Baca juga: Lestarikan Budaya Borneo Lewat Musik
Pendanaan dari project Folk Sumatera berasal dari tabungan pribadi, patungan organisasi masyarakat sipil dan donasi dari kawan-kawan di lokasi manggung.
"Alhamdulillah setiap kota ada kawan-kawan berdonasi. Kesediaan tuan rumah sesuai kesanggupan dan kebanyakan di kafe kalau di Aceh di kampus," kata dia.
Selama sebulan keliling Sumatera, ia membawa pohon sebagai simbol satu pohon satu jiwa.
Pada lokasi manggung Ismet menanam pohon endemik Sumatera kayu Bulian atau kayu besi (Eusideroxylon zwageri) yang kini sudah sangat langka di hutan.
"Terakhir tanam pohon di Sabang," sambung Ismet.
Tur Ismet sesungguhnya bukan untuk mencari materi, tetapi ingin bertemu dengan orang-orang di luar kota, mendapat ide dan pikiran untuk menambah kekuatan dalam pergerakan.
"Dalam diskusi setiap kota, kami sudah bicarakan kalau bakal ada gejolak besar di dunia akibat dari kerusakan alam," kata Ismet.