Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik BLN Vs Warga Papua Terkait Hutan Adat, Kapolres Salatiga: Dua Kali Mediasi Belum Sepakat

Kompas.com - 21/06/2024, 23:50 WIB
Dian Ade Permana,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

UNGARAN, KOMPAS.com - Konflik antara perusahaan Nicholas Nyoto Prasetyo Dononagoro, pemilik perusahaan Bahana Lintas Nusantara (BLN) Grup dengan warga Papua terkait tambang emas, belum menemukan titik temu.

Kapolres Salatiga AKBP Aryuni Novitasari mengatakan kepolisian telah melakukan dua kali mediasi antara kedua belah pihak yang bertikai.

"Sudah ada dua kali mediasi antara pihak Nicho (BLN) dengan Marten, namun belum ada kesepakatan," jelasnya, Jumat (21/6/2024).

Baca juga: Polemik Lahan Adat untuk Tambang di Papua, Kuasa Hukum BLN: Klien Kami adalah Investor

"Memang belum ada kesepakatan. Kami dari kepolisian tentu tidak memihak, tujuan utamanya adalah menjaga keamanan ketertiban dan pihak-pihak mendapat keadilan," kata Aryuni.

Dia juga mengimbau agar selama dalam proses negosiasi yang berlangsung, semua pihak menjaga kondusivitas dan keamanan di Kota Salatiga.

"Permasalahan yang ada jangan sampai meluas, kita semua menjaga Salatiga tetap sejuk," ungkap Aryuni.

Sebelumnya diberitakan, puluhan warga Papua mendatangi rumah Nicholas Nyoto Prasetyo Dononagoro, pemilik perusahaan Bahana Lintas Nusantara (BLN) Grup di Salatiga.

Mereka menuntut kompensasi atas kerusakan hutan adat akibat dari rencana pembukaan tambang emas di Kampung Sawe Suma, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua.

Lawyer warga Papua, Alvares Guarino mengatakan, pada Desember 2023, dari pihak BLN ingin membuka tambang emas di tanah Papua. .

Setelah melalui serangkaian survei dan pembicaraan dengan ketua adat, pada 20 Februari 2024 terjadi kerja sama sistem bagi hasil dan bukan babat hutan.

"Selain itu ada pembayaran kompensasi setelah dua atau tiga hari sejak perjanjian, namun sampai saat ini, janji tersebut tidak pernah terealisasi," kata Alvares.

"Setiap ada penagihan, selalu buntu. Bahkan orang yang dipercaya di lapangan nama Supri dan Max mengatakan menunggu dari bos Nico yang di Salatiga, itu rekaman dan keterlibatannya ada bukti," jelasnya.

Karena upaya penagihan tidak membuahkan hasil, beberapa perwakilan warga Sarmi pun datang ke Salatiga.

"Mereka sudah tiga hari disini menunggu kepastian, kepala suku mempertanyakan hutan yang sudah dibabat tanpa izin. Sekarang banjir dan longsor mengancam tanah mereka," jelasnya.

Baca juga: Hutan Adat Rusak, Warga Papua Minta Perusahaan Salatiga Bertanggung Jawab

Sementara kuasa hukum Nicholas Nyoto Prasetyo Dononagoro, pemilik perusahaan Bahana Lintas Nusantara (BLN) Grup, Muhammad Sofyan menyampaikan tuntutan tersebut salah alamat. Sebabnya, BLN dalam proyek tambang emas di Sarmi tersebut selaku investor.

Sofyan menegaskan bahwa kompensasi yang diminta juga tak masuk akal, yakni Rp 20 miliar meski kemudian turun menjadi Rp 8 miliar.

"Kalau permintaan tidak dituruti, rumah akan terus diduduki dan klien kami dipaksa ke Papua untuk menyelesaikan persoalan ini," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com