BANDUNG, KOMPAS.com - Neneng Romlah (50) sudah dua dekade mengabdikan dirinya sebagai relawan sosial Tanggap Siapa Bencana (Tagana) Kota Bandung.
Nero sapaan akrab Neneng Romlah sudah bertugas menjadi anggota Tagana Kota Bandung sejak tahun 2006. Saat ini status Nero sebagai Tagana Madya.
Kiprahnya selama 20 tahun sebagai relawan sosial membuatnya dipercaya menjabat sebagai Ketua Tagana Kota Bandung.
Baca juga: Kisah Eko, 20 Tahun Mengabdi untuk Tagana Lumajang, Pernah Tak Pulang 2 Bulan
"Bukan tujuan saya menjadi ketua tetapi didorong oleh rekan-rekan dan penilaian juga dari Dinas Sosial Kota Bandung saya didorong menjadi ketua," ujarnya saat ditemui di Mako Tagana Kota Bandung, Kelurahan Derwati, Kecamatan Rancasari pada Selasa (7/5/2024).
Diketahui, Tagana adalah relawan sosial yang berasal dari perseorangan dan juga kelompok masyarakat yang bertugas untuk membantu penanggulangan bencana.
Meski begitu untuk menjadi anggota Tagana harus memenuhi persyaratan salah satunya pelatihan dasar perihal kebencanaan.
Baca juga: Cerita Endi Yudha Baskoro, 15 Tahun Jadi Relawan Tagana karena Hobi dan Panggilan Jiwa
Nero mengaku bergabung menjadi anggota Tagana karena panggilan jiwa dan rasa penasaran terhadap organisasi bentukan Kementerian Sosial itu.
Ditambah lagi, sebelum bergabung menjadi anggota Tagana, ia beberapa kali terlibat dalam kegiatan sosial membantu korban bencana alam.
"Saya orangnya aktif dari sejak sekolah ikut OSIS dan lainnya. Terus di lingkungan rumah saya juga ikut di Karang Taruna dan organisasi FKPPI. Ketika itu waktu pelatihan dari Basarnas ada informasi soal perekrutan Tagana, karena penasaran saya ikut," katanya.
Sejak awal memutuskan menjadi anggota Tagana, Nero sudah mengetahui risiko menjadi relawan sosial. Yakni tidak mendapatkan honor layak hingga jauh dengan keluarga saat bertugas di lokasi bencana.
Soal urusan keuangan, ia tidak mengkhawatirkannya lantaran masih bekerja di sebuah restoran makanan cepat saji saat awal bergabung.
Meski mendapatkan honor Rp 250.000 perbulan dan dibayarkan setiap enam bulan, ia tidak mempermasalahkan. Bahkan besaran honor ini tidak menyurutkan niatnya untuk terus menjadi anggota Tagana.
"Waktu itu punya gaji cukup untuk keluarga apalagi saya single parents, tapi di hati merasa ada yang kosong. Nah pas di sini (Tagana) punya kepuasan batin tersendiri saat membantu korban bencana," ucapnya.
Diakuinya honor sebagai anggota Tagana tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarga. Apalagi sebagai orangtua tunggal, dirinya harus bekerja keras menyekolahkan kedua anaknya.
Karena itu, untuk menambah penghasilan, ia memutar otak dengan membuka usaha konveksi. Meski usahanya tersebut saat ini tutup sejak badai Covid-19 melanda Indonesia.