Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Transpuan Lansia Klaim Jaminan Kematian BPJS Ketenagakerjaan, Sebut Seperti Main Lotre

Kompas.com - 30/03/2024, 15:25 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Kegelisahan tampak di raut wajah Erni Menyan, yang tahun ini genap berusia 68 tahun. Di usia senja, transpuan yang sehari-hari berprofesi sebagai pengamen ini berharap tak membuat susah komunitasnya, apalagi kala ajal menjemputnya.

Di usia yang tak lagi muda, Erni memilih tinggal di Waria Crisis Center, tempat tinggal bagi transpuan yang sudah memasuki usia lanjut di Yogyakarta.

Selain dirinya, ada sejumlah waria lain yang tinggal di sana, seperti Ernawati, Lastri, Jamilah dan Erni Dadang.

Sayangnya, teman sejawatnya Erni Dadang berpulang pada pengujung 2022 silam.

Naas, klaim jaminan kematian dari BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK) yang dia miliki tak bisa dicairkan karena surat wasiatnya tak diakui. BPJS-TK hanya mencairkan biaya pemakamannya.

Baca juga: Kisah Mami Vera, Caleg Transpuan Pertama di NTT

BPJS-TK – lembaga yang diselenggarakan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi bagi pekerja – mensyaratkan surat wasiat dan ahli waris untuk pencairan klaim jaminan kematian.

Mengetahui realitas sulitnya mencairkan klaim jaminan kematian bagi kelompok waria yang tak memiliki ahli waris sepertinya, Erni Menyan khawatir hal yang sama akan terjadi padanya.

“Kalau kita meninggal, [jaminan kematian tidak cair] enggak ada dana, kita enggak bisa dikubur,” ujar Erni Menyan kepada wartawan Furqon Ulya Himawan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Meninggalnya Erni Dadang tak hanya menyisakan kesedihan dan kegelisahan kelompok transpuan, tapi juga membuka realitas betapa diskriminasi dan ketidakadilan selalu mereka alami, bahkan ketika sudah meninggal dunia.

“Enggak gampang jadi waria. Saya juga enggak mau jadi waria, Tapi mau enggak mau harus saya jalani,” aku Erni Menyan.

Baca juga: Teganya Pria di Tangerang Bunuh Transpuan karena Tak Dipinjami Uang: Bakar dan Buang Korban di Empang

Saat ini terdapat 163 transpuan lansia miskin peserta BPJS-TK, menurut komunitas Perkumpulan Suara Kita – organisasi yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan bagi kelompok LGBTQI.

Tapi sayangnya, ketika meninggal dunia, klaim jaminan kematian mereka kerap ditolak pihak BPJS-TK dengan alasan tidak memiliki ahli waris atau surat wasiat tidak diakui.

Penolakan klaim kematian tak hanya dialami komunitas transpuan saja, tapi berpotensi dialami masyarakat umum yang tak memiliki ahli waris, menurut Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

“Jadi bukan hanya [dialami] transpuan. Maka dari itu yang menjadi concern kami, perlu dilakukan dengan melakukan diskresi di level peraturan,” ujar anggota DJSN, Indra Budi Sumantoro, kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Teganya Pria di Tangerang Bunuh Transpuan karena Tak Dipinjami Uang: Bakar dan Buang Korban di Empang

Badan tersebut kini sedang memediasi pengaduan kesulitan pencairan klaim kematian transpuan peserta BPJS-TK.

Pada Rabu (20/03) DJSN mengeluarkan anjuran agar BPJS-TK mencabut regulasi yang disebut “bertentangan dengan regulasi jaminan sosial ketenagakerjaan” dan segera membayar jaminan kematian.

Selembar wasiat yang tak diterima negara

Seorang transpuan lansia sedang berpose untuk kartu identitas di Jakarta Barat, Agustus 2021.GETTY IMAGES via BBC Indonesia Seorang transpuan lansia sedang berpose untuk kartu identitas di Jakarta Barat, Agustus 2021.
Ketika Erni Dadang meninggal dunia pada November 2022, komunitas waria di Yogyakarta mengurus pemakamannya karena keluarganya tidak bisa dihubungi.

Menurut koordinator WCC, Rully Malay, Erni Dadang tercatat sebagai salah satu transpuan penerima manfaat BPJS-TK secara kolektif yang diurus komunitas transpuan.

Lantaran keanggotaannya tercatat di Jakarta, yakni BPJS Cabang Salemba, pencairan klaim jaminan kematian (JKM) BPJS-TK Erni dibantu oleh komunitas transpuan di Jakarta, Suara Kita.

Sayangnya, kata pegiat hak transpuan yang diakrab Bunda Rully, pihak BPJS-TK menolak mencairkannya. Alasannya, tidak ada ahli waris.

Padahal komunitas sudah menunjukkan surat wasiat yang dibuat Erni Dadang sebelum meninggal. Tapi sayang, klaim itu tetap ditolak.

“Sebelum itu, almarhum sudah membuat surat wasiat, dan saya ikut menandatanganinya sebagai saksi,” ujar Bunda Rully.

Baca juga: Seorang Pria Bunuh Transpuan di Tangerang, lalu Bakar dan Buang Jasad Korban di Pinggir Empang

Ketua Suara Kita, Hartoyo, mengatakan hingga Maret 2024 ada sembilan transpuan yang meninggal dan klaim jaminan kematian mereka diajukan kepada BPJS-TK, termasuk milik Erni Dadang.

Dari jumlah tersebut hanya dua peserta yang klaim biaya pemakaman dan jaminan kematian dicairkan lantaran masih memiliki ahli waris.

Enam lainnya hanya dibayarkan biaya pemakaman sementara klaim jaminan kematian ditolak karena surat wasiat tidak diakui BPJS, atau memiliki surat wasiat tapi belum didaftarkan ke notaris.

Adapun, satu transpuan ditolak sama sekali dengan alasan tidak bekerja.

“Di antara alasan penolakan klaim kematian dari BPJS-TK, seperti tidak diakuinya surat wasiat yang dibuat oleh peserta, peserta dinilai tidak bekerja, dan dianggap memiliki penyakit menahun,” jelas Hartoyo.

Baca juga: 4 Polisi Ditahan karena Diduga Peras 2 Transpuan di Medan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com