Pekerjaan tersebut tidak bisa dianggap sepele. Sebab Masjid Jamik merupakan masjid besar bernilai sejarah yang berdiri di pusat Kota Pangkalpinang.
Ratusan orang berdatangan saat waktu shalat tiba.
Apalagi saat Jumatan, jumlah jemaah yang datang berlipat-lipat. Halaman masjid yang berukuran setengah lapangan bola, penuh dengan kendaraan bermotor.
"Memang yang paling sukar itu kalau menegur jemaah soal parkir, padahal sudah ada batasnya agar rapi dan bersih," ujar Ibnu.
Baca juga: Tak Ada Jaminan Kesehatan Selama 32 Tahun Jadi Marbut, Sadikun Andalkan KIS
Total ada empat marbut di Masjid Jamik Pangkalpinang. Selain Ibnu Abbas, ada Alwi Syarif, Sahrial Munzir dan Zainal Abdullah. Mereka bekerja sesuai area masing-masing. Untuk itu marbut menerima gaji setiap bulannya.
Ibnu Abbas sendiri menerima Rp 2,5 juta per bulan.
Menurut Ibnu Abbas, keamanan dan ketertiban masjid adalah yang utama. Hal itu karena perkembangan masyarakat yang semakin padat.
Saat Masjid Jamik didirikan pertama kali puluhan tahun lalu, wilayah Pangkalpinang masih sepi.
Para jemaah yang datang adalah warga sekitar yang sudah dikenali.
Berbeda kondisi saat ini. Sebagai ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kota Pangkalpinang berubah menjadi daerah yang sibuk.
Berbagai pusat kegiatan masyarakat pun bermunculan di kawasan Masjid Jamik.
"Mengapa pintu masjid sekarang ditutup, agar tidak disalahgunakan. Setelah kegiatan ibadah jam setengah sembilan malam ditutup semua," ujar Ibnu.
Ibnu mengungkapkan, ada juga yang protes lantaran pintu masjid dikunci. Namun hal itu dilakukan, kata Ibnu, hanya untuk menjaga keamanan masjid.
"Memang ada yang mengatakan ini rumah Allah mengapa harus dikunci. Saya bilang, setiap tempat ibadah ada pengurusnya. Masing-masing beda kondisi yang harus diantisipasi," jelas Ibnu sembari tertawa.