"Jalan alternatif ada, masuk ke kebun-kebun sawit. Lewati jembatan kayu yang lapuk juga. Kami tidak sanggup lewat situ. Kalau sudah musim hujan dan banjir, kami tidak bisa lewat," kata Dila.
"Yang kami takutkan bukan hanya banjir, tapi juga takut buaya. Soalnya kemarin ada buaya saya lihat di bawah jembatan," imbuh dia.
Sebagai warga masyarakat, Dila merasa daerahnya dianaktirikan oleh pemerintah. Sebab, jembatan itu tak kunjung dibangun secara permanen.
"Kalau Pemerintah desa tidak sanggup memperbaiki, mestinya kan Pemerintah Kabupaten atau Provinsi membantu bangun jembatan permanen untuk kami di sini."
"Kenapa kami tak diperhatikan. Anak-anak banyak lewat sini pergi sekolah, gimana kalau jembatan roboh pas mereka lewat," ujar Dila.
Selama ini, tambah dia, kerusakan kecil pada jembatan diperbaiki secara swadaya oleh warga dan dengan biaya seadanya.
Baca juga: Drainase dan Jembatan Rusak akibat Banjir di Bima, Kerugian Ditaksir Rp 1,5 M
Kepala Desa Pulau Kecil Muhammad Pawit mengaku, setiap tahun isu ini menjadi prioritas utama di tengah musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang). Bahkan sejak ia mulai menjabat.
"Cuma masalahnya dana desa kami tidak cukup untuk membangunnya, karena jembatan tersebut tidak bisa pakai cerucuk karena dekat dengan sungai," kata Pawit.
Pawit bilang, pembangunan jembatan secara permanen harus memakai tiang pancang, sehingga sangat besar anggarannya.
Namun demikian, pihak desa tahun ini akan melakukan semenisasi pada jalan alternatif, dengan menggunakan dana desa.
"Jadi, bukan kami pihak desa tidak peduli dengan jembatan itu. Kalau kita paksakan pengerjaannya pakai cerucuk, khawatirnya baru satu tahun tiangnya sudah mereng atau bergeser."
"Karena di sini arus sungainya deras dan jembatan ini panjangnya sekitar 70 meter," kata Pawit.
Akibat kebutuhan anggaran pembangunan jembatan yang sangat besar, Pawit berharap Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dapat membantu.
"Kami pihak desa sangat berharap kepada Pemerintah Kabupaten untuk mengabulkan permintaan prioritas kami yang setiap tahun kami usulkan," tutup Pawit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.