“Kapolda Kalteng saat itu dijabat oleh Nanang Avianto yang kini menjabat sebagai Kapolda Kaltim,” sambung Edy Kurniawan.
Menurut informasi yang diterima YLBHI, penangkapan terhadap sembilan masyarakat dilakukan tanpa memperlihatkan surat perintah penangkapan. Pihak kepolisian juga memberitahukan dengan jelas alasan mereka ditangkap.
“Tindakan ini adalah sewenang-wenang dan melanggar hukum dan hak asasi manusia. Dimana setiap orang yang ditangkap berhak untuk disampaikan alasan mereka ditangkap dan Polisi wajib memperlihatkan surat perintah penangkapan,” tegas Edy.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua STH (Sekolah Tinggi Hukum) Indonesia Jentera, Asfinawati, mengatakan penangkapan para petani ini sebagai "sinyal berbahaya" untuk lima tahun ke depan.
"Lima tahun ke depan artinya = periode ketiga. Artinya proyek strategis nasional, IKN akan berjalan terus. Peristiwa-peristiwa seperti ini artinya akan terus berjalan,” ujar Asfinawati.
Baca juga: YLBHI Kecam Penangkapan 9 Petani Sawit di Wilayah IKN
Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur mencurigai kejadian tersebut akan terus berulang selama pembangunan di Ibu Kota Negara Nusantara.
Hal itu ditekankan, karena mereka sudah pernah mendampingi warga Desa Telemow yang harus tergusur dari lahannya karena Pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara.
“Kita ada kecurigaan bahwa nanti di wilayah IKN akan diperlakukan sama seperti yang terjadi di Pantai Lango sekarang, entah di di Telemow, atau di Pemaluan atau di Maridan, itu hanya tunggu waktu saja jadi target operasinya polisi,” ujar Direktur LBH Samarinda Fathul Huda Wiyashadi kepada wartawan Teddy Rumengan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Koalisi Masyarakat Sipill Kalimantan Timur Tengah, sambung Fathul, tengah mengumpulkan fakta-fakta dan bukti-bukti di lapangan terkait kasus tersebut. Mereka juga akan mendampingi warga yang tersangkut hukum.
Baca juga: Kementerian PUPR Pastikan Proyek IKN Tetap Jalan Meski Ada Lebaran
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menegaskan permasalahan dari proyek IKN ini adalah tidak transparannya proses pembangunan baik dari sisi sosialisasi rencana pembangunan untuk masyarakat yang rentan terdampak dan juga dari segi proses pengadaan tanah itu sendiri.
“Ini kan sebenarnya berkaitan dengan proses pengadaan tanah yang salah satu leading sector-nya adalah bank tanah," ujarnya dalam wawancara dengan BBC News Indonesia pada Senin (26/02) malam.
"Sejak awal KPA sudah menolak keberadaan bank tanah ini. Kenapa? Karena bank tanah ini adalah satu lembaga yang dibentuk oleh Undang-Undang Cipta Kerja, yang memang tujuan utamanya adalah melakukan proses pengadaan tanah untuk kepentingan investasi. Jadi, orientasinya lebih ke bisnis,” jelas Dewi kemudian.
Baca juga: Tanggapi Rumah Mewah Menteri di IKN, Menpan-RB: Lebih Kecil Dibanding yang di Jakarta
Menurut Dewi, bank tanah justru semakin memperparah konflik agraria di tengah ketimpangan penguasaan tanah.
Insiden Kelompok Tani Saloloang, sambung dia, menunjukkan bahwa sebenarnya bank tanah terbukti sudah menjadi penyebab konflik agraria dan menjadi penyebab semakin parahnya proses kriminalisasi.
“Modus-modus menempatkan masyarakat seolah-olah menjadi pihak yang ilegal dan membahayakan proyek ini. Padahal, kalau pakai logika mitigasi dampak IKN kepada masyarakat kan harusnya dibalik perspektifnya. Bahwa justru proyek IKN atau bank tanah inilah yang justru mengganggu kehidupan masyarakat,” ujar Dewi Kartika.
“Lokasi IKN yang targetnya kurang lebih 250.000 hektar itu memang nyata-nyata bukan tanah kosong. Selama ini pemerintah selalu berdalih bahwa yang ditargetkan sebagai pembangunan IKN itu tanah kosong.”
Baca juga: Kamis-Jumat Pekan Ini, Groundbreaking Kelima IKN Dilaksanakan
Dalam UU IKN, sambung Dewi, tidak ada mitigasi risiko apabila terjadi proses pengadaan tanah berlokasi di tempat masyarakat tinggal.
Berkaca dari kasus penangkapan sembilan petani sawit tersebut, Dewi melihat adanya ada potensi menjadikan ini modus untuk mengusir masyarakat dengan cara mengkriminalkan masyarakat yang kritis terhadap proyek IKN.
Lebih lanjut, Dewi mengatakan bahwa UU IKN juga memberikan keistimewaan untuk bisnis – termasuk bisnis perkebunan – dengan pemberian konsesi hak guna usaha (HGU) dua abad bagi investor perkebunan.
“Jadi ada motif bisnis yang sangat kuat di dalam proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara ini.
"Sayangnya itu dilakukan dengan cara mengeksklusi atau mengklaim tanah-tanah masyarakat termasuk mengintimidasi hingga mengkriminalkan masyarakat yang justru seharusnya mendapatkan kepastian hukum [dan], mendapatkan informasi secara terbuka,” pungkasnya.
Wartawan A Rahma dan Teddy Rumengan di Balikpapan, serta Lamanele di Samarinda berkontribusi untuk liputan ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.