Tradisi nyadran merupakan hal yang penting untuk masyarakat jawa.
Baca juga: Tradisi Nyadran: Sejarah, Makna, dan Ragam Kegiatan
Para pewaris tradisi nyadaran akan menjadikan tradisi sebagai momentum untuk menghormati leluhur dan ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta.
Nyadran biasanya dilakukan sekitar satu bulan sebelum puasa atau pada tanggal 15,20, dan 23 Ruwah.
Padusan adalah tradisi menyambut ramadan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Tradisi yang telah berlangsung secara turun-temurun ini dilakukan dengan cara berendam atau mandi di sumur-sumur maupun sumber mata air.
Makna padusan adalah menyucikan diri serta membersihkan jiwa dan raga dalam menyambut datangnya bulan Ramadan.
Baca juga: Tradisi Padusan Usai Pandemi, Umbul Manten di Klaten Kembali Dipadati Ribuan Pengunjung
Dalam makna yang lebih dalam, padusan juga sebagai media untuk merenung dan instropeksi dari berbagai kesalahan yang telah diperbuat pada masa lalu.
Dhandhangan adalah festival sebagai tanda dimulainya ibadah puasa pada bulan Ramadan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Kata dhandhangan adalah onomatope atau tiruan bunyi dari suara bedug khas Masjid Manara Kudus. Resonansi bedug tersebut menimbulkan bunyi nyaring, Dang!.
Bunyi bedug menjadi awal datangnya bulan puasa yang kemudian disebut Dhandhangan.
Pada awalnya, dhandhangan merupakan tempat berkumpulnya para santri di depan Masjid Menara Kudus setiap menjelang ramadan.
Baca juga: Dhandhangan dan Masjid Menara Kudus
Mereka menunggu pengumuman dari Sunan Kudus mengenai penentuan awal puasa.
Rangkaian tradisi dhandhangan yang biasa dilakukan, adalah pasar malam yang digelar sepuluh hari menjelang ramadan, kirab, dan puncaknya adalah memukul bedug Masjid Menara Kudus sebagai tanda awal bulan puasa.
Arwah jamak adalah tradisi pembacaan doa untuk orag tua, sanak saudara, dan leluhur yang telah meninggal dunia.
Doa tersebut dibacakan menjelang datangnya bulan Ramadan maupun sepuluh hari terakhir pada malam ganjil di bulan puasa ramadan.