Namun, sekarang ini setelah destinasi mulai dikenal, jumlah operator semakin banyak, tetapi sayangnya tidak memahami standar operasional prosedur konservasi hiu paus.
“Operator tidak hanya dari pemuda desa Labuhan Jambu yang terlatih, tetapi ada dari Sumbawa maupun luar daerah,” ucapnya.
Semua orang diberikan kesempatan sebenarnya menjadi operator. Faktanya sekarang ini income yang dikejar bukan lagi konservasi.
Baca juga: Terdampar di Perairan Flores Timur, Hiu Paus Sepanjang 4,7 Meter Ditarik Kapal Nelayan ke Laut
“Belum ada sanksi dan pengawasan sehingga banyak pelanggaran dalam pengelolaan ekowisata. Banyak konflik kepentingan juga sekarang ini,” paparnya.
Lebih jauh, ada pula rute kapal trip dari gili Trawangan maupun dari pelabuhan bangsal Senggigi Lombok menuju Labuhan Bajo yang singgah dulu melihat hiu paus di Labuhan Jambu.
Trip ini bekerja sama juga dengan operator lokal tetapi jumlah wisatawan yang ada dalam kapal cukup banyak dari 30-50 orang.
“Jumlah wisatawan yang banyak itu dalam sekali trip dapat membuat hiu paus tidak nyaman dan tak sesuai protokol konservasi hewan yang dilindungi,” sebutnya.
Tidak ada reservasi di desa karena langsung dikelola oleh operator guide wisata masing-masing. Sementara desa hanya terima retribusi per perahu atau kapal sebesar Rp 100.000.
“Kalau kapal wisata dari luar tidak lapor ke desa dulu, karena di tengah laut tempat bagan nelayan tak ada sinyal,” cerita Wahyu.
Ia mengusulkan agar diberlakukan one gate sistem atau satu pintu masuk dalam pengelolaan ekowisata hiu paus.
Tujuannya agar semua pihak memiliki protokol dan menjaga keberlanjutan konservasi dan perlindungan habitat hiu paus.
Baca juga: Aktivitasnya Berenang bersama Hiu Paus Menuai Sorotan, Ini Tanggapan Bupati Kaimana
Ia mencoba membandingkan dengan Cendrawasih Papua Barat. Bagaimana destinasi itu bisa menekan jumlah pengunjung karena biaya yang cukup mahal.
Dengan demikian, banyak yang memilih ke Teluk Saleh di Labuhan Jambu yang relatif lebih mudah untuk bisa berinteraksi dengan hiu paus.
Ke depan, ekowisata hiu paus diharapkan memiliki standar sertifikasi operator wisata agar pemahaman terkait konservasi sama.
Kepala Desa Labuhan Jambu, Kecamatan Tarano, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Suhardi mengatakan edukasi dan sosialisasi konservasi hiu paus kembali diperkuat.
Hal itu terkait dampak setelah ekowisata diminati wisatawan sehingga mengancam habitat hewan yang dilindungi negara.
Ekowisata hiu paus merupakan ikhtiar dalam mendorong pariwisata di NTB khususnya Kabupaten Sumbawa sebagai salah satu destinasi prioritas nasional.
Saat ini diperkirakan kunjungan ke teluk saleh untuk mendapatkan momen berenang bersama spesies karismatik ini meningkat secara signifikan. Sebanding dengan potensi pendapatan ekonomi yang bisa diraup.
“Kami sudah sosialisasi tentang konservasi hiu paus kepada masyarakat dan stakeholders seperti pelaku usaha dan operator wisata,” kata Suhardi saat dikonfirmasi melalui telepon Kamis (14/12/2023).
Baca juga: Hampir Sebulan Kawanan Hiu Paus Tutul Muncul di Perairan Dangkal Baubau, Diduga karena Ini
Ia masih menunggu Pergub tata kelola perlindungan hiu paus teluk saleh diimplementasi pada awal 2024.
“Nanti akan ada badan layanan umum daerah untuk pengelolaan ekowisata hiu paus,” sebutnya.
Ia pernah menyampaikan aspirasi bersama dengan perwakilan operator pariwisata Hiu Paus di Labuhan Jambu saat mengunjungi Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTB dalam rangka menyampaikan usulan sebelum ditetapkannya Pergub Tata Kelola Hiu Paus di Teluk Saleh.
Kepala DKP NTB, Muslim mengatakan skema yang diusulkan dalam klausul Pergub Tata Kelola Hiu Paus mempertimbangkan kajian ilmiah yang telah dilakukan serta disesuaikan dengan kondisi real di lapangan.
Saat implementasinya nanti diatur lebih lanjut melalui Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Targetnya awal Januari 2024 Pergub bisa dilaksanakan dan ada aturan turunan,” kata Muslim.
Langkah selanjutnya berfokus pada tata cara dan tata kelola yang akan diatur oleh otoritas pelayan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Potensi hiu paus di NTB telah memberikan dampak positif pada pendapatan daerah serta berperan dalam industri wisata yang mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat.
Baca juga: Hiu Paus Mati di Pantai Salido Sumbar, BPSPL: Hampir Tiap Tahun Terjadi sejak 2015
Kajian dan konsultasi publik telah berhasil menghimpun beragam masukan, termasuk perbandingan dengan kawasan lain yang telah mengembangkan pengelolaan hiu paus.
Skenario modifikasi wisata hiu paus dan strategi pengawasan serta pengelolaan sistem pemanfaatan wisata ini di Teluk Saleh.
Selain fokus pada pelayanan, perhatian juga diberikan pada upaya menjaga sumber daya laut.
Hiu paus di Teluk Saleh dapat ditemukan kehadirannya sepanjang tahun. Bahkan, 40 persen dari struktur populasinya didominasi hiu paus muda.
Populasi hiu paus di Teluk Saleh, teridentifikasi sebagai populasi terbesar kedua di Indonesia dengan jumlah 110 individu pada 2022 setelah Cendrawasih di Papua Barat.
Studi yang dilakukan Konservasi Indonesia tentang populasi hiu paus di daerah ini, mengungkapkan Teluk Saleh merupakan habitat penting untuk siklus hidup hiu paus, termasuk mencari makan, pengasuhan bagi hiu paus remaja, jalur migrasi, dan lokasi agregasi sepanjang tahun.
Teluk Saleh memiliki perikanan bagan yang memungkinkan adanya interaksi antara hiu paus dan manusia. Wilayah konservasi ini perlu dijaga demi keberlangsungan hiu paus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.