SUMBAWA, KOMPAS.com - Tanjakan berbatu membuat perjalanan menuju lokasi pegunungan Ai Renung di Desa Batu Tering, Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) tak mudah.
Desa Batu Tering terletak sekitar 39 kilometer arah selatan Kota Sumbawa Besar, ibu kota Kabupaten Sumbawa.
Setelah tiba di desa itu, pengunjung harus menempuh perjalanan sejauh 5 kilometer ke perbukitan di sisi barat desa untuk sampai ke situs sarkofagus.
Jejak purbakala berupa sisa peninggalan zaman Megalitikum ini menjadi destinasi wisata. Peninggalan dalam bentuk batu-batu besar tersebut tersebar di beberapa lokasi, salah satunya sarkofagus alias kuburan batu Ai Renung.
Ada tujuh sarkofagus atau kuburan batu yang oleh warga setempat disebut Batu Peti. Sarkofagus itu tersebar di lima lokasi.
Baca juga: Penemu Fosil Gading Gajah Purba di Sragen Akan Terima Imbalan Rp 1 Juta
Kondisi jalan yang buruk berupa tanah berbatu membuat rombongan wisata cagar budaya acapkali teriak histeris. Jalan berbatu dan tanjakan curam memacu adrenalin wisatawan.
Selain berjalan kaki, hanya sepeda motor serta mobil jenis tertentu yang bisa digunakan menuju ke lokasi.
Warga melakukan modifikasi kendaraan agar lebih mudah menuju puncak pegunungan dengan mobil bak terbuka. Wisatawan mesti membawa penutup kepala dan masker untuk melindungi diri dari terik matahari. Tak lupa perbekalan minuman dan makanan harus dibawa agar tidak kelaparan. Apalagi cuaca di Sumbawa cukup terik saat siang hari.
Setiap tahun warga menggelar acara pembuatan obat padi di lokasi situs sakral Sarkopagus di Gunung Ai Renung. Demikian disampaikan Syahrudin (43), penjaga situs Megalitikum Ai Renung di Desa Batu Tering.
"Ritual pembuatan obat padi dipercaya warga dapat menyuburkan tanaman, terhindar dari hama penyakit dan meningkatkan hasil panen," kata Syahrudin, Sabtu (4/11/2023).
Saat ritual itu, petani membacakan doa-doa dan membawa sesajian berupa ayam dan ketan empat warna, yaitu putih, kuning, merah dan hitam. Sesajian itu lalu diletakkan di setiap situs sarkofagus.
"Kami juga mengambil tanah dari setiap lokasi situs sarkofagus untuk dicampur dengan obat padi. Harapannya agar padi tumbuh bagus hingga panen," ucap Syahrudin.
Ia menyebutkan, setiap lokasi situs sarkofagus memiliki nama. Lokasi pertama disebut utama, kedua sakral, tiga pemanto, empat penampar dan kelima ganda.
Lokasi pertama terletak di dataran paling rendah. Di lokasi yang berdampingan dengan persawahan di kaki bukit itu terdapat dua sarkofagus.
Di beberapa bagian batu sarkofagus, terdapat relief, seperti biawak, kepala, dan manusia. Penggambaran manusia dalam relief beragam, ada yang berdiri sambil mengangkat tangan atau dalam posisi tidur.
Jika melihat ke arah utara dari sarkofagus ketiga, pengunjung bisa melihat lanskap tanah Sumbawa berupa deretan bukit-bukit hijau, ladang, dan sawah.
Terlihat pula bendungan terbesar di Nusa Tenggara Barat, yakni Batu Bulan yang luasnya sekitar 5.100 hektare. Lokasi permukiman juga terlihat dari kejauhan meskipun ukurannya kecil.
"Cocok jadi lokasi healing ini. Kita bisa lihat pemandangan Sumbawa dari atas ketinggian lokasi situs ketiga," kata Ule Ceni.
Ule adalah pengunjung yang baru pertama kali mengunjungi situs sarkofagus.
Pemerintah daerah memfasilitasi seratus wisatawan dalam program jelajah situs prasejarah kali ini.
Sedangkan, lokasi keempat dan kelima sarkofagus berada sekitar 1 km dari sarkofagus pertama.
Lokasi itu bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 1 jam diperlukan stamina prima untuk mendaki. Kedua sarkofagus berlokasi di lereng bukit.
Budayawan Sumbawa, Aries Zulkarnaen, mengatakan situs Ai Renung merupakan situs pertama yang ditemukan.
Situs itu ditemukan tahun 1963 oleh petani. Begitu menerima laporan warga, pemerintah dan para budayawan meninjau lokasi.
Saat itu kendaraan dari Desa Batu Tering ke lokasi Sarkopagus menggunakan kuda.
"Saking buruknya jalan lokasi ini masih hutan belantara, jauh berbeda dengan sekarang. Kita berangkat pagi dan baru tiba isya di lokasi situs," kata Aries.
Baca juga: Dua Fosil Tulang Kaki Gajah Purba Ditemukan di Blora, Diperkirakan Usia Ratusan Ribu Tahun
Saat itu yang ditemukan hanya ada dua situs, yaitu pertama dan kedua. Sarkofagus di situs Ai Renung diperkirakan sudah ada sejak 2.000 tahun sebelum masehi.
"Sarkofagus itu merupakan makam bagi pemimpin atau orang-orang yang dituakan oleh komunitas pada masa lampau di kawasan itu," sebut Aries.
Menurutnya, relief atau motif hias di sarkofagus Ai Renung memiliki makna tersendiri. Secara umum, hal itu menggambarkan kehidupan, kesuburan, dan alam roh.
Kesuburan, misalnya, digambarkan lewat motif manusia dengan penonjolan pada alat kelamin perempuan, sedangkan kehidupan lewat motif kepala manusia.
Terkait posisi sarkofagus di bukit atau ketinggian, menurut Aries, hal itu melambangkan alam arwah berada di tempat tinggi, lebih dekat dengan nirwana.
"Bentuk dan warga sarkofagus mulai berubah karena pengaruh perubahan iklim," sebut Aries.
Sementara itu, seorang arkeolog Putri Husnul Inayah yang ikut dalam rombongan wisatawan mengatakan, situs sarkopagus Ai Renung merupakan yang terlengkap.
"Lokasinya masih bisa kita tracking berjalan kaki. Kawasannya bisa kita tindaklanjuti lebih lanjut untuk riset dan lain-lain," kata Putri.
Selain itu, untuk potensi wisata juga bagus karena bisa mempelajari budaya masa lalu.
"Dari potensi yang besar tentu ada banyak resiko terkait perubahan iklim, dan perubahan bentang alam ke depan yang bisa mengubah bentuk sarkofagus ini. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintah daerah untuk melestarikan ke depan," ucap Putri.
Lebih jauh, bentuk sarkofagus ada yang mempunyai motif dan ada yang tidak, memiliki tutup dan ada yang tidak.
"Dari motif memiliki arti tersendiri dan yang tidak punya motif juga memiliki arti seperti yang kita lihat tadi," imbuhnya.
Menurutnya, sarkofagus yang terletak di atas ketinggian memiliki bentuk lebih sederhana dan tidak raya. Sedangkan yang berada di wilayah lebih rendah mempunyai motif dan bentuk lebih raya.
Terkait arti dari motif-motif sarkofagus beragam dan perlu penelusuran lebih lanjut lagi, tentu untuk menggali apakah arti dari motif tersebut.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh peneliti dari Badan Riset Nasional (Brin) bahwa di lokasi liang bukal (gua burung hantu) yang lokasinya sekitar 9 Km dari sarkofagus, ada sisa peninggalan kehidupan di dalam gua pada masa sebelum masehi.
"Bisa jadi keberadaan sarkofagus yang ada di pegunungan Ai Renung ini masih satu kawasan dan perlu penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya," ungkap Putri.
Meski lokasinya cukup sulit dijangkau, situs Ai Renung yang berada di bawah tanggung jawab Balai Pelestarian Cagar Budaya Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang berkantor di Gianyar, Bali, itu banyak didatangi pengunjung.
Mereka tidak hanya masyarakat Sumbawa, tetapi juga dari luar, seperti Lombok dan Jakarta. Peneliti asing juga datang ke sini.
Sarkofagus Ai Renung dinilai sangat bermanfaat karena menambah pengetahuan tentang kehidupan masa prasejarah.
Salah satu pengunjung yang datang dari Yogyakarta, Pariadi, merasa takjub ketika melihat sarkofagus yang ada di Desa Batu Tering tersebut.
Menurutnya, sarkofagus ini lebih tua dari Candi Borobudur yang ada di Magelang, Jawa Tengah.
"Saya sangat senang bisa berkunjung ke tempat yang bersejarah dan indah ini. Sarkofagus jadi bukti kecerdasan manusia pada masa itu," kata Pariadi.
Baca juga: Gunung Nglanggeran, Pesona Gunung Api Purba yang Terangkat dari Dasar Laut
Ia berharap pemerintah daerah bisa memperbaiki akses infrastruktur jalan ke Ai Renung agar wisatawan bisa lebih mudah menjangkau destinasi dan mau kembali lagi.
Di Kabupaten Sumbawa terdapat lima situs purbakala dan semua terletak di Moyo Hulu. Selain Ai Renung, juga terdapat situs Raboran di Desa Sebasang dan tiga situs di Kuang Amo.
Tim Ahli Cagar Budaya Sumbawa, Iskandar mengatakan sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya bahwa pemerintah berkewajiban untuk perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan.
Menurutnya, perlindungan itu bisa saja menjadikan kawasan ini menjadi satu zonasi artinya bagaimana agar situs tidak rusak, tidak hilang dan tidak musnah.
Selanjutnya, pengembangan bisa jadi nanti menjadi objek penelitian dan kajian-kajian bagi para mahasiswa dosen dan lembaga terkait seperti Badan Riset Nasional (Brin) yang sudah melakukan itu kemarin di gua liang bukal.
"Selama dua tahun kami sudah tetapkan tujuh cagar budaya pada 2022 dan 5 pada 2023," kata Iskandar.
Ia menerangkan, ada 60 situs cagar budaya yang sudah diusulkan masyarakat tetapi diputihkan pemerintah daerah setelah terbit aturan baru.
"Setelah dinilai oleh kami sebagai tim ahli, baru bisa bupati menetapkan situs sebagai cagar budaya," terangnya.
Baca juga: Asal-usul Anjing Kintamani, Anjing Purba Asli dari Bali, Ada sejak Tahun 1.400-an
Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Sumbawa, Aminuddin mengatakan, program jelajah sarkofagus ini digelar untuk mengenalkan situs prasejarah yang ada di Kabupaten Sumbawa kepada wisatawan.
"Kami mengajak lebih banyak wisatawan lokal agar mereka lebih memahami sejarah dan bisa menceritakan lagi kepada yang lain," kata Ami akrab disapa.
Ke depan, program seperti ini akan rutin digelar agar generasi muda lebih memahami, mencintai dan melestarikan situs prasejarah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.