Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS DAERAH

Mengenal Lalatip, Tari Ketangkasan yang Diangkat dari Strategi Perang

Kompas.com - 21/10/2023, 16:03 WIB
Sheila Respati

Editor

MALINAU, KOMPAS.Com – Pernahkah Anda melihat tarian dari suku Dayak yang menampilkan dua laki-laki berpakaian prajurit dan sejumlah perempuan yang memegang batang bambu untuk menjepit kaki penari? 

Tarian yang menampilkan ketangkasan penari menghindar dari jepitan bambu tersebut bernama tari lalatip. Tarian yang berasal dari suku Dayak Tahol tersebut menjadi salah satu suguhan budaya yang dihadirkan dalam Festival Budaya Irau ke-10 di Kabupaten Malinau. 

Sebagai informasi, festival yang berlangsung pada 17-26 Oktober 2023 itu diselenggarakan untuk merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-24 Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. 

Tari lalatip sendiri sebenarnya diangkat dari seni dan strategi perang suku Dayak Tahol pada zaman perang etnis dulu. Lalatip dalam bahasa Dayak Tahol bermakna menjepit atau menghadang.

Tarian ini berasal dari latihan ketangkasan kaki masyarakat Dayak Tahol dalam melompat dan menghindari rintangan. Namun, seiring berjalannya waktu, gerakan latihan ketangkasan ini kemudian dijadikan tarian karena gerakannya yang indah nan harmonis.

Dalam tarian ini terdapat tiga kelompok pemain, yaitu kelompok penjepit kaki yang memegang batang bambu atau kayu sepanjang 2-3 meter. Biasanya kelompok penjepit kaki adalah kaum perempuan.

Baca juga: Buat Kecapi Terbesar di Dunia, Lembaga Adat Dayak Saban Pecahkan Rekor Muri

 

Mereka duduk berhadap-hadapan sambil menghentakkan kayu mengikuti irama kelompok pemain musik. Adapun alat musik berupa berupa gong dan gendang khas Dayak Tahol.

Sementara kelompok penari pria, harus berusahamenggerakkan kaki mereka dengan cermat, untuk menghindari jepitan kayu. Aksi ini tergolong mendebarkan, mengingat kaki sang penari dapat terjepit hentakan kayu sewaktu-waktu. Bahkan tak jarang, para penari melakukan atraksi ini dengan menutup mata mereka.

Tingginya tingkat kesulitan, sinergitas antar pemain dan harmonisasi tarian membuat, tarian ini juga dipelajari dan dikreasikan oleh suku Dayak lain dalam penampilan budaya. Namun demikian, hal ini tak menjadi persoalan bagi suku Dayak Tahol.

Ketua Lembaga Adat Dayak Tahol (LADT) Malinau, Dr Dumberbrill M Si mengatakan, banyaknya suku yang menampilkan seni budaya Dayak Tahol merupakan suatu motivasi bagi masyarakat adat Tahol untuk mengembangkan budaya mereka.

Ia menjelaskan, banyak suku-suku Dayak lain yang menggemari budaya Dayak Tahol. Selain tari lalatip, tari sumajau Dayak Tahol juga sering dipertunjukkan di luar suku Dayak Tahol. Bahkan, kata pria yang akrab disapa Dumber tersebut, di Festival Budaya Irau pun suku Dayak Punan sempat menampilkan lagu sumajau yang berbahasa Punan. 

"Tidak usah kita pertentangkan karena motto kita dalam Festival Budaya Irau kali ini ialah kebhinekaan yang mempersatukan bangsa di Bumi Intimung,” ucap Dumber, Sabtu (21/10/2023). 

Ia kemudian mengatakan, di mana saja tarian lalatip dan sumajau ditarikan dan dinyanyikan lagunya, di situ ada motivasi bagi suku Dayak Tahol untuk terus menggali dan mengembangkan kebudayaannya.

Dumber, pada kesempatan tersebut juga mengatakan bahwa eksistensi masyarakat ada Dayak Tahol masih ada hingga saat ini karena landasan yang mereka pegang. Suku Dayak Tahol memiliki landasan “Tahol apandong, Tahol asandong, onsoi, onsoi, onsoi”.

Makna dari kata-kata tersebut adalah komitmen untuk mempertahankan kebudayaan dan adat yang sudah ada sejak dulu secara turun temurun, baik saat ini maupun di masa mendatang.

Tahol apandong bermakna Dayak Tahol sudah mempertahankan adat istiadat secara turun temurun dari nenek moyang sampai saat ini. Tahol asandong bermakna kami memiliki keberagaman budaya yang indah dan cantik untuk ditampilkan. Sedangkan kata onsoi yang disebut sebanyak tiga kali merupakan seruan Dayak Tahol di masa lampau, masa kini, dan yang akan datang,” urai Dumber.

Dumber pun mewakili masyarakat adat berterimakasih kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malinau yang telah memperhatikan dan mengakomodasi masyarakat Dayak Tahol dalam program-program pembangunan, perkebunan, pertanian hingga peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

“Terima kasih kepada Bupati Wempi W Mawa dan Pemkab Malinau karena kami sudah banyak menikmati program pemerintah melalui program unggulan, seperti RT Bersih, Rasda, Desa Sarjana, Wajib Belajar dari pemkab. Jadi kami sangat terbantu.Terlebih lagi dalam mengembangkan budaya maupun keterampilan kebudayaan kami adat Tahol seperti batik dan kerajinan tangan lainnya,” ucapnya.

Selain tari lalatip, dalam pagelaran budaya Festival Budaya Irau ke-10, suku Dayak Tahol juga menampilkan tarian massal bernama ilau pasisimpungan. Tarian tersebut ditarikan oleh 100 orang dan merupakan simbol aktivitas kegiatan serta kekerabatan masyarakat Dayak Tahol. 

Kemudian, disuguhkan pula prosesi adat anyulin rabasiu. Ritual tersebut merupakan proses transfer ilmu kepemimpinan dalam masyarakat Dayak Tahol, dari para tetua kepada generasi muda. 

Sebagai calon pemimpin suku di masa depan, anak-anak muda Dayak Tahol diuji ketangkasannya. Ritual itu juga meliputi permohonan restu untuk meneruskan mandat menjaga budaya dan tradisi sebagai pemimpin adat masa depan kepada pemimpin adat saat ini. 

Payung hukum untuk masyarakat adat

Bupati Malinau, Wempi W Mawa mengungkapkan terima kasih dan apresiasi atas keikutsertaan masyarakat Dayak Tahol dalam pergelaran Festival Budaya Irau ke-10 dan Perayaan Hari Ulang Tahun Kabupaten Malinau ke-24.

“Saya atas nama Pemkab Malinau memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada masyarakat adat Dayak Tahol beserta kelembagaannya yang telah bersama-sama merawat dan membangun Kabupaten Malinau hingga mencapai usia 24 tahun ini,” ucapnya.

Bupati Wempi pun menyatakan kepeduliannya terhadap kelestarian budaya dan masyarakat adat. Ia berharap, budaya dari setiap suku yang ada di Malinau mendapat tempat dan tidak tergerus zaman. Apalagi, direndahkan oleh masyarakat Indonesia sendiri. 

"Jangan sampai budaya itu dilemahkan oleh kita sendiri. Maka dari itu, Pemkab Malinau membuat payung hukum untuk melindungi hak masyarakat adat melalui peraturan daerah,” jelas Bupati Wempi.

Baca juga: 1.500 Orang Dayak Kenya Kenakan Belanyat, Pecahkan Rekor Muri

Ia mengatakan bahwa pada Festival Budaya Irau ke-10 telah disaksikan banyak pagelaran budaya oleh suku-suku Dayak di Malinau. Semuanya menceritakan tentang akar dari masyarakat di Malinau. Hal itu perlu dilestarikan oleh berbagai pihak. Tidak hanya orang-orang tua, tetapi juga anak muda. 

"Saya memberi apresiasi setinggi-tingginya, khususnya pada pagelaran seni budaya yang ditampilkan di Festival Budaya Irau. Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Kabupaten Malinau. Tidak hanya tokoh adat, tetapi juga generasi muda ikut mengambil peran dalam festival ini," kata Wempi. 

Ia mengatakan, peran anak muda dalam pagelaran budaya cukup menarik karena mereka secara khusus mengkreasikan budaya yang sudah ada sejak turun-temurun dengan sentuhan baru. Namun, nilai luhur budaya yang ada juga tetap terjaga. 

"Contohnya, ritual anyulin rabasiu yang ditampilkan suku Dayak Tahol. Itu merupakan gambaran bagaimana memilih calon pemimpin masa depan. Apabila seseorang memiliki ilmu yang tinggi, pakailah untuk kemajuan bagi masyarakat. Berkarya dan teruslah pertahankan budaya,"  kata Bupati Wempi. 

Ia berharap ratusan orang yang menghadiri dan menonton sajian budaya suku Dayak di Malinau bisa menjadi duta untuk menyebarluaskan keindahan budaya mereka. Terlebih, semua yang menonton memiliki ponsel pintar dan bisa merekam, hingga menyebarkannya kepada khalayak ramai. 

Perang sesungguhnya melawan zaman

Bupati Wempi juga mengatakan bahwa zaman dulu ada masanya suku saling berperang. Kini, masanya semua saling bergandeng tangan melawan musuh di depan mata, yakni zaman yang semakin modern, isu pendidikan, dan isu kesehatan. 

"Hal yang merugikan masyarakat itu yang harus dilawan. Hari ini, itulah yang menjadi tanggung jawab semua masyarakat di Malinau," ujarnya. 

Perbedaan dan keberagaman yang ada, telah dibuktikan bisa terangkai dengan baik dalam festival ini. Hal itulah yang seharusnya menjadi pemicu masyarakat Malinau untuk bersatu-padu mempromosikan budaya yang elok. 

"Semoga semua masyarakat Kabupaten Malinau, masyarakat Kalimantan Utara, dan masyarakat Indonesia bangga dengan masyarakat Dayak yang telah menunjukkan jati diri serta kebudayaannya yang luar biasa. Mari kita beri apresiasi yang terbaik bagi masyarakat Dayak," kata Bupati Wempi. (Penulis: Jouwens Chandra Jonathan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com