PEKANBARU, KOMPAS.com - Muhammad Fikri, seorang pria tua duduk di bangku pedestarian di depan kantor Wali Kota Pekanbaru lama, Jalan Jenderal Sudirman.
Pria berusia 73 tahun ini melihat-lihat kendaraan yang melintas sembari menunggu jemputan anaknya.
Ketika ditemui Kompas.com, Selasa (3/10/2203), Fikri membuka cerita soal kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang menyelimuti Pekanbaru.
"Asap parah lagi sekarang, makanya saya pakai masker," tutur Fikri.
Baca juga: Sekolah di Pekanbaru Bakal Diliburkan jika Kabut Asap Makin Buruk
Warga Kecamatan Pekanbaru Kota, ini keluar memakai masker karena rentan terpapar kabut asap.
Apalagi, dia mengaku dalam dua hari ini merasakan sesak napas karena menghirup asap.
"Saya merasa sesak dua hari ini karena menghirup asap. Saya sekarang keluar karena ada urusan, kalau tidak saya di rumah saja," ujar pria tiga anak ini.
Kemarin, Fikri mengaku pergi ke puskesmas untuk berobat karena sesak napas akibat kabut asap.
Kabut asap karhutla yang terjadi di Riau merupakan bencana yang berulang. Rentang waktunya selama empat tahun.
Baca juga: Kualitas Udara di Sumbar Membaik meski Masih Diselimuti Kabut Asap
Bencana asap terparah pada 2015, terburuk sepanjang sejarah.
Kala itu, jarak pandang sangat terbatas dan udara sudah level berbahaya. Kondisi ini sangat berdampak kepada kesehatan masyarakat, lingkungan dan perekonomian.
Setelah asap 2015 berlalu, empat tahun kemudian pada 2019, asap karhutla muncul lagi. Memang tak separah dari 2015.
Dua kejadian buruk itu tak hilang dari ingatan Fikri. Dia merasakan dampak kabut asap.
"Saya ingat betul, tahun 2015 dan 2019 itu kita dikerumuni asap. Kita tak bisa keluar rumah. Kebakaran hutan dan lahan dimana-mana. Kondisi yang sangat buruk kala itu," kenang Fikri.
Rupanya, pada 2023 asap kembali muncul setelah empat tahun berlalu. Fikri mengaku tak habis pikir asap karhutla datang lagi.
"Apa memang siklus asap ini datang sekali empat tahun ya. Saya merasa heran kok masih ada lagi kabut asap. Saya pikir sudah tak akan ada lagi kabut asap akibat karhutla," kata Fikri.
Dia berharap, kepada pemerintah agar menanggulangi asap ini, karena sangat berdampak kepada kehidupan masyarakat.
Baca juga: Palembang Diselimuti Kabut Asap Tebal, Dinkes Sumsel Siapkan 3,6 Juta Masker
Di samping itu, dia juga meminta pelaku pembakar hutan dan lahan ditangkap.
"Ya, kalau bisa ditanggulangilah asap ini. Kemudia, tangkap pelaku yang masih bakar-bakar hutan. Karena dampak karhutla luar biasa. Kita bisa jadi sakit, susah keluar, ekonomi juga bisa terganggu," kata Fikri.
Yurnita (60), termasuk kelompok yang rentan terpapar asap.
Ibu rumah tangga (IRT) ini merupakan salah seorang pedagang di Pasar Baru, Jalan HR Soebrantas, Kecamatan Tuah Madani, Pekanbaru.
Meski diselimuti kabut asap, Yurnita tepat pergi jualan ke pasar. Ia menjual beberapa macam bahan pokok.
"Ya, tetap jualan. Kalau tidak jualan tak dapat uang," ujar Yurnita saat diwawancarai Kompas.com sembari melayani pembeli.
Baca juga: Lahan Gambut Terbakar di Kampar, Memperparah Kabut Asap Karhutla
Dalam dua hari ini, dia mengaku sesak napas karena menghirup asap. Mau tak mau, ia harus pergi ke pasar untuk jualan untuk meraup cuan.
"Sudah dua hari ini sesak napas karena asap, makanya saya pakai masker," akui dia.
Yurnita berangkat dari rumahnya di Jalan Manunggal, Kecamatan Tuah Madani, Pekanbaru, sejak subuh. Ia jualan sampai malam.
Sejak buka lapak pagi hari, Yurnita mengaku sepi pembeli. Menurutnya, sepi pembeli karena dampak kabut asap.
"Tadi pagi asapnya masih pekat. Sepi sekali pembeli, mungkin orang masih takut keluar. Biasanya kalau hari pasar, ramai sekali orang belanja waktu pagi. Tadi sudah agak siang baru ada pembeli, karena asapnya juga sudah mulai berkurang," ujar ibu tujuh anak ini.
Baca juga: Kota Jambi Mulai Tertutup Kabut Asap Kebakaran Lahan dari Sumsel
Yurnita pun berharap bencana kabut asap cepat berlalu. Ia takut jatuh sakit jika setiap hari menghirup asap.
"Kita sama-sama berdoa supaya asap ini cepat hilang. Semoga pemerintah juga bisa mengatasinya, supaya jangan sampai seperti kabut asap parah waktu tahun 2015 dan 2019. Kalau tiap hari hirup asap, kan kita bisa sakit, tak bisa jualan," kata dia.
Beberapa hari lalu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru menyatakan bahwa kabut asap di Riau bukan hanya dampak karhutla di Riau itu sendiri.
Tetapi, ditambah asap kiriman dari karhutla di Jambi dan Palembang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.