Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengosongan Pulau Rempang Ditunda, Warga: Apakah Tidak Bisa Setop Masalah Penggusuran Ini?

Kompas.com - 29/09/2023, 15:55 WIB
Rachmawati

Editor

Menurut Johanes, itu menunjukkan bahwa pada era 2000-an, semangat untuk memetakan dan mengidentifikasi kampung-kampung tua telah diketok melalui surat keputusan, pembentukan tim, dan lain-lain.

“Bahkan hasil dari tim kajian itu pada tahun 2007, menyatakan bahwa perkampungan tua yang terdapat di Pulau Rempang dan Pulau lainnya, yang termasuk dalam nota kesepakatan antara PT MEG dan BP Batam, direkomendasikan harus tetap dipertahankan, sehingga tidak termasuk dalam wilayah pengembangan kawasan,” jelas Johanes.

Namun, rekomendasi itu, kata dia, “dibiarkan menggantung” sampai saat ini.

Komitmen untuk merawat kampung-kampung tua di Batam juga tercermin dalam Keputusan Bersama antara Wali Kota Batam dengan BP Batam pada 2011. Langkah itu diperkuat oleh maklumat Gubernur Kepulauan Riau, Pemkot Batam, hingga Lembaga Adat Melayu melalui maklumat pada 2015.

Wali Kota Batam lalu menerbitkan SK terkait penyelesaian legalitas kampung-kampung tua pada 2020.

Baca juga: Jokowi Perintahkan Masalah Rempang Diselesaikan secara Kekeluargaan

“Kalau kita baca SK itu secara detail, pada dasarnya ada semangat untuk melindungi, melestarikan, mempertahankan nilai-nilai budaya asli masyarakat Batam. Ini sebuah langkah yang tidak tuntas sampai muncul persoalan kemarin,” jelas Johanes.

Namun Johanes mengatakan, perkampungan tua tiba-tiba sudah tidak diatur lagi dalam Perda Kota Batam Nomor 4 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).

“Dulu semangatnya mau melegalisasi, tapi kemudian di akhir, di Perda 2021, hilang,” tutur Johanes.

“Ini sesuatu yang saya kira “unik”, karena mereka yang terlibat dalam proses itu, orang-orang yang seharusnya tahu bahkan mengeluarkan keputusan-keputusan sebelumnya,” sambungnya.

Masyarakat punya hak atas tanah di Rempang

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, apa yang terjadi di Rempang menunjukkan kegagalan reformasi agraria pemerintah.

Temuan Ombudsman memperkuat riwayat penguasaan tanah masyarakat di kampung-kampung tua Rempang. Menurut KPA, masyarakat yang telah menempati wilayah itu selama berpuluh-puluh tahun dinilai semestinya memiliki hak yang sah atas tanah tersebut.

“Bisa diketahui mereka itu warga yang sudah bergenerasi, berkembang, beranak pinak di situ. Mereka bukan warga yang ujug-ujug ada di situ,” katanya.

Ketika kampanye pemilihan presiden pada 6 April 2019, Presiden Joko Widodo pernah berjanji untuk memberi sertifikat terhadap kampung-kampung tua di Batam.

Andai janji itu segera diwujudkan, Dewi mengatakan, kericuhan pada 7 dan 11 September lalu mungkin tak terjadi.

Baca juga: Jokowi Kumpulkan Menteri di Istana Bahas Persoalan Rempang

Dia menuturkan yang terjadi saat ini justru pemenuhan hak masyarakat “dikalahkan” oleh kepentingan invesasi.

“Kenapa masyarakat yang dikalahkan? Padahal, mereka yang justru dijanjikan hak sertifikatnya, tetapi tidak kunjung diberikan,” ujar Dewi.

KPA mengatakan, ada tumpang tindih lahan yang berlapis di Rempang akibat buruknya tata kelola agraria.

Di Rempang sendiri terjadi tumpang tindih lahan yang berlapis.

Menurut KPA, terjadi tumpang tindih lahan berlapis di Pulau Rempang. Masyarakat telah menempatinya secara turun temurun. Lalu pada 2001-2002 pemerintah memberikan hak pengelolaan dan pengembangan lahan kepada PT MEG.

Namun, pemerintah daerah serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga memberikan izin-izin kepada pihak lain.

Baca juga: BP Batam Janji Tak Ada Pemaksaan Relokasi Pulau Rempang, Warga Minta Kejelasan

Pemberian hak-hak itu, menurut Dewi “melanggar hak konstitusional” masyarakat Rempang yang telah lebih dulu eksis.

“Asal usul masyarakat menjadi penting, karena di situ lah warga Rempang punya hak dan legitimasi yang kuat untuk mendapat prioritas dalam pemberian hak atas tanah. Bukan BP Batam atau PT MEG,” ujar Dewi.

“Tapi pihak-pihak yang justru datang belakangan di Pulau Rempang justru menjadi pihak yang diprioritaskan untuk menegasikan dan mengusir hak warga Rempang yang seharusnya diutamakan dalam sistem hukum agraria nasional,” sambung dia.

Eco City tak tertuang dalam rencana tata ruang

Satrio Manggala dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyoroti bahwa pembangunan Rempang Eco City tidak dialokasikan dalam perencanaan tata ruang dan wilayah pada tingkat daerah hingga nasional.

Dalam Perda 3/2021 tentang RTRW Kota Batam, pembangunan infrastruktur hanya meliputi jalan artileri, ketenagalistrikan, dan waduk. Sementara kawasan industri meliputi pengembangan industri perikanan di Pulau Rempang dan Pulau Galang serta penataan kawasan wisata Rempang, Galang, dan Galang Baru.

Dalam RTRW Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 pun, "tidak ada yang secara spesifik menunjukkan alokasi ruang untuk pengembangan Rempang Eco City".

“Yang ada justru Taman Buru Pulau Rempang yang masuk sebagai Kawasan Lindung Nasional,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Doris Tampung 53 Orang Korban Banjir Bandang Sumbar di Rumahnya, Kini Kekurangan Air Bersih

Cerita Doris Tampung 53 Orang Korban Banjir Bandang Sumbar di Rumahnya, Kini Kekurangan Air Bersih

Regional
Cerita Martis Kehilangan Mobil hingga Warung Saat Banjir Bandang Sumbar

Cerita Martis Kehilangan Mobil hingga Warung Saat Banjir Bandang Sumbar

Regional
Pria di Semarang Lecehkan Anak Tentangga Berulang Kali, Terciduk oleh Adik Korban

Pria di Semarang Lecehkan Anak Tentangga Berulang Kali, Terciduk oleh Adik Korban

Regional
Cerita Endi Yudha Baskoro, 15 Tahun Jadi Relawan Tagana karena Hobi dan Panggilan Jiwa

Cerita Endi Yudha Baskoro, 15 Tahun Jadi Relawan Tagana karena Hobi dan Panggilan Jiwa

Regional
Dugaan Krisis Lingkungan di Balik Banjir Bandang dan Lahar di Sumbar yang Tewaskan 47 Orang

Dugaan Krisis Lingkungan di Balik Banjir Bandang dan Lahar di Sumbar yang Tewaskan 47 Orang

Regional
Dianiaya karena Masalah Utang, Warga Aceh Kehilangan Telinga

Dianiaya karena Masalah Utang, Warga Aceh Kehilangan Telinga

Regional
[POPULER REGIONAL] Alasan Kang Zen Pilih Jadi Relawan Kemanusiaan | Buntut Tragedi Kecelakaan Bus di Ciater

[POPULER REGIONAL] Alasan Kang Zen Pilih Jadi Relawan Kemanusiaan | Buntut Tragedi Kecelakaan Bus di Ciater

Regional
Pilkada Kota Semarang, Bos PSIS Akan Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Cawalkot di PKB

Pilkada Kota Semarang, Bos PSIS Akan Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Cawalkot di PKB

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Selasa 14 Mei 2024, dan Besok : Pagi hingga Siang Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Selasa 14 Mei 2024, dan Besok : Pagi hingga Siang Cerah Berawan

Regional
Pilkada Wonogiri 2024 Dipastikan Tidak Ada Calon Perseorangan

Pilkada Wonogiri 2024 Dipastikan Tidak Ada Calon Perseorangan

Regional
Ular Piton di Muna Mangsa Anak Sapi Warga, Saat Ditemukan Tubuhnya Sebesar Tiang Listrik

Ular Piton di Muna Mangsa Anak Sapi Warga, Saat Ditemukan Tubuhnya Sebesar Tiang Listrik

Regional
Selundupkan 6 WN China ke Australia, 7 Orang Jadi Tersangka

Selundupkan 6 WN China ke Australia, 7 Orang Jadi Tersangka

Regional
Viral Ajak YouTuber Korsel ke Hotel, ASN Kemenhub Polisikan Sebuah Akun Facebook

Viral Ajak YouTuber Korsel ke Hotel, ASN Kemenhub Polisikan Sebuah Akun Facebook

Regional
Bertaruh Nyawa Tanpa Asuransi, Relawan Tagana Ini Pernah Dijarah Saat Bertugas

Bertaruh Nyawa Tanpa Asuransi, Relawan Tagana Ini Pernah Dijarah Saat Bertugas

Regional
Tutupi Tato, Maling Motor di Semarang Pakai Daster Neneknya Saat Beraksi

Tutupi Tato, Maling Motor di Semarang Pakai Daster Neneknya Saat Beraksi

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com