SOLO, KOMPAS.com - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, sejumlah tokoh menggunakan agama sebagai alat politik.
Karenanya, Yaqut meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan metode tersebut saat berada di Majelis Nichiren Shoshu Buddha Dharma Indonesia (MNSBDI) di Ballroom Hotel Alila, Solo, Jawa Tengah, Jumat (29/9/2023).
"Saya titipkan, agama jangan dijadikan alat untuk merebutkan kekuasaan. Tapi memang agama tidak bisa dipisahkan oleh politik. Agama jangan pernah jadi alat politik," jelas Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Baca juga: Polri Gandeng Tokoh Agama Suarakan Perdamaian Jelang Pemilu 2024
"Agama dan politik ini bergelinding jadi satu. Kalau mau melaksanakan agama secara luas di sebuah negeri maka semua harus ada aturan. Aturan itu ditetapkan melalui mekanisme politik," lanjutnya.
Yaqut memaparkan, Indonesia memiliki sejarah tidak baik dalam penyelenggaraan pemilu dengan penggunaan narasi keagamaan.
Hal itu terlihat pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017, dan pada dua periode Pemilihan Presiden (Pilpres) terakhir ketika penggunaan kata "kafir" marak dilontarkan karena berbeda pilihan.
Praktik tersebut dinilai Yaqut merusak nilai-nilai yang ada di dalam sebuah agama. Maka, ia pun mengimbau agar tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik.
"Kita menjaga agama yang kita teguh ini, dari kotornya aktor-aktor politik yang ingin menggunakan agama untuk merebutkan kekuasaan," tegasnya.
"Mari sama-sama kita jaga agama yang kita pegang teguh ini kita jaga agar tidak digunakan untuk kepentingan memperebutkan posisi kekuasaan. Jangan mau agama kita dirusak," ujarnya.
Yaqut pun berharap agar Pemilu 2024 bisa terjaga kedamaiannya. Masyarakat diminta untuk gembira mengikuti prosesi pemilu tanpa perlu menumbuhkan adanya rasa permusuhan karena berbeda pendapat.
"Tahun politik, itu hanya sebuah mekanisme siapa yang akan mencari pemimpin bangsa ini hanya mekanisme. Ini bukan peperangan bukan hidup dan manti harus ada korban. Ini mekanisme untuk menentukan pemimpin dan menahkodai negeri Indonesia ini," tegasnya.
"Perang satu dengan yang lain tidak perlu. Ini pesta demokrasi yang harus kita laksanakan dengan riang gembira," jelasnya.
Baca juga: Eks Menag: Merusak dan Membakar Rumah Ibadah atas Nama Agama, Namanya Berlebihan
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.