Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Lucky Lukwira
Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Penanganan Setengah Hati Polres Malang terhadap Laporan Korban Kanjuruhan

Kompas.com - 11/09/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Keenam terdakwa tersebut tidak bisa dibilang terlibat secara langsung atas kematian 135 nyawa dan luka ratusan orang lainnya karena penembakan gas air mata tidak dilakukan langsung oleh tangan mereka.

Polisi seharusnya melakukan pengusutan terhadap petugas yang melakukan penembakan ke tribun 10-14, tempat di mana para korban meninggal berada. Ironis, jika alasan mereka ingin meredakan kerusuhan, kenapa penonton di tribun yang ditembak?

Lebih ironis lagi jika menyimak Rencana Pengamanan (Renpam) yang disusun Polres Malang bahwa tidak ada penggunaan gas air mata dalam kondisi terburuk sekalipun (situasi merah).

Toh Polres Malang bukan Polres “kemarin sore” dalam menyelenggarakan pengamanan pertandingan sepak bola, termasuk yang berisiko tinggi.

Sudah berapa partai Arema vs Persebaya ditangani Polres Malang tanpa adanya kerusuhan, apalagi korban jiwa.

Kembali ke polisi yang menembak gas air mata, Polres Malang sebaiknya melihat peran serta mereka seperti halnya Bareskrim melihat peran serta Bharada Richard Eliezer dalam menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Bharada Eliezer yang dalam situasi sulit menolak perintah, apalagi dalam ruang tertutup, dengan jarak kepangkatan 18 tingkat, tentunya mengalami situasi lebih pelik dibandingkan para penembak gas air mata. Namun penyidik tetap menetapkan Bharada Eliezer sebagai tersangka.

Penembak gas air mata di Kanjuruhan berada dalam posisi lebih mungkin untuk menolak perintah. Keberadaan komandan yang bisa jadi tidak berada dalam hitungan meter seperti Sambo dengan Bharada Eliezer tentunya memungkinkan para penembak gas air mata untuk tidak menembak ke tribun.

Belum lagi jarak kepangkatan yang tidak sejauh Bharada Eliezer dengan Sambo, tentunya memungkinkan bagi mereka untuk mencari cara untuk tidak menembakan gas air mata.

Jika memang unsur pembunuhan apalagi pembunuhan berencana tidak terpenuhi, penyidik bisa mengkonstruksikan pasal lain kepada para penembak gas air mata. Apakah pasal penganiayaan yang menyebabkan kematian, hingga pasal perlindungan anak di mana ada 32 anak yang menjadi korban meninggal di Kanjuruhan.

Tidak mungkin penembak gas air mata yang menyebabkan kematian bisa lepas dari jerat pidana, sedangkan seorang Bharada Eliezer yang menyebabkan satu kematian bisa dijerat pidana, meski dengan hukuman minimal atas perannya mengungkap perkara.

Tragedi Kanjuruhan bisa tuntas bukan dengan kunjungan Kapolres dan jajarannya ke rumah-rumah korban, pengajian tiap Jumat, memberikan SIM gratis, dan upaya-upaya lain.

Kanjuruhan akan tuntas jika para penembak gas air mata itu diberikan sanksi secara pidana. Karena sesungguhnya besar harapan masyarakat kepada kepolisian adalah penegakan hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com