PURWOREJO, KOMPAS.com - Konflik di Desa Wadas Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo belum usai.
Sejumlah persoalan dari soal konsinyasi dan izin penetapan lokasi (IPL) tambang yang habis masih menghantui warga penolak tambang.
Warga penolak tambang andesit yang enggan melepas tanahnya saat ini terancam konsinyasi.
Konsinyasi merupakan penitipan ganti kerugian ke pengadilan negeri meskipun warga menolak melepas tanahnya.
Baca juga: IPL Habis, Warga Tuntut Ganjar Hentikan Pertambangan Batuan Andesit di Desa Wadas
Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa), Sudiman mengatakan, warga tidak punya pilihan karena ada intimidasi terus menerus, jika warga tetap menolak maka secara paksa ganti rugi akan dititipkan ke pengadilan (konsinyasi).
“Kami dipaksa hadir dan terus ditakut-takuti mau dikonsinyasi kalau masih menolak," Jelas Sudiman dalam keterangan resminya pada Jumat (1/9/2023).
Baca juga: Masyarakat Wadas Penolak Tambang Peringati Tragedi 23 April, Tuntut Ganjar Pranowo Bertanggung Jawab
Terhitung sejak bulan Mei 2023, warga sudah tiga kali diundang untuk musyawarah penetapan ganti kerugian.
Namun, warga terus menolak forum musyawarah tersebut karena memang warga Wadas menolak untuk melepaskan tanahnya.
Terakhir, Warga Wadas menghadiri undangan dari Kantor Pertanahan Purworejo dalam agenda Musyawarah Penetapan Bentuk dan Besaran ganti kerugian pada Kamis (31/8/2023).
Namun, pada tanggal 29 Agustus 2023, melalui Surat Nomor 2175.1/UND-33.06.AT.02.02/VIII/2023, Kantor Pertanahan Purworejo kembali mengundang warga untuk menghadiri musyawarah penetapan bentuk dan besaran ganti kerugian.
"Warga terpaksa menghadiri undangan tersebut karena surat undangan memuat ancaman. Dalam surat tertulis apabila warga tidak menghadiri forum musyawarah tersebut, maka warga Wadas dianggap menerima bentukbdan besarnya ganti kerugian," kata Sudiman.
Selain itu, Siswanto, salah satu pimpinan pemuda Wadas, mengatakan bahwa warga tidak punya pilihan selain mengikuti musyawarah penetapan bentuk dan besaran ganti tersebut.
Apabila tidak menghadiri musyawarah, maka dianggap menerima bentuk dan besaran ganti kerugian.
Ditambah lagi dengan ancaman-ancaman yang terus menerus dilakukan. Pada akhirnya dengan berat hati dan keterpaksaan, warga mengikuti prosedur yang ditentukan sepihak oleh pemerintah.
“Pemerintah enggak ngasih pilihan ke warga. Intinya skema ini disengaja untuk menjebak kami supaya melepas tanahnya,” ujar Sis.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.