"Kami cari hidup bebas, jadi aman. Sudah aman. Dulu perbatasan masih rawan juga, di sini kan perbatasan. Tetapi tetap dijaga," tutur Filomena.
Filomena mengatakan, banyak perubahan selama ia hidup di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste. Ia menjadi saksi hidup tentang desa yang semula masih tertinggal kini punya infrastruktur termasuk jalan raya beraspal.
Kendati demikian, menurut dia belum semua desa memiliki jalan yang mulus. Beberapa jalan di desa lain bahkan rusak dan rawan longsor.
Sesekali Filomena menatap ke arah jalan yang berada di depannya. Mulutnya masih sibuk mengunyah sirih pinang yang sudah berubah warna menjadi merah.
Filomena kemudian menyampaikan harapannya kepada pemerintah. Berharap bantuan.
"Suami kan nelayan. Jadi kami minta dapat bantuan dari pemerintah seperti perahu, mesin, pukat. Saya belum pernah dapat bantuan," kata dia.
Selain itu, Filomena meminta agar harga sembilan bahan pokok (sembako) di wilayah perbatasan bisa terjangkau. Pasalnya, penghasilan sang suami menjadi nelayan tak menentu.
"Harapan saya, semoga ke depan masyarakat di sini dapat bahan pokok dengan harga lebih murah," sebut Filomena.
Baca juga: Kisah Merah Putih di Tepi Batas Tanah Air
Tim Kompas.com melihat perayaan dan juga pelaksanaan upacara HUT ke-78 Republik Indonesia di PLBN Motaain, sebagai kolaborasi bersama Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dalam liputan khusus Merah Putih di Perbatasan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.