KOMPAS.com - Setiap daerah memiliki ritual yang telah melekat menjadi budaya setempat, tak terkecuali di Banyumas, Jawa Tengah.
Tradisi Cowongan adalah ritual memanggil hujan yang dilakukan masyarakat Banyumas, termasuk Kabupaten Cilacap dan sekitarnya.
Palaksanaan tradisi Cowongan yang merupakan salah satu warisan tak benda Indonesia ini dilakukan dengan beberapa tata cara.
Berikut ini adalah pengertian, tujuan, waktu pelaksanaan, dan pelaksanaan tradisi Cowongan.
Asal-usul tradisi Cowongan adalah ritual meminta hujan yang dilakukan oleh petani Banyumas, supaya hasil panennya berhasil.
Pada saat musim kemarau panjang, para petani kesulitan memperoleh air untuk menggarap sawah dan pekarangannya.
Berbagai cara dilakukan untuk memperoleh air, yaitu secara lahiriyah dengan mencari sumber air, secara ritual dengan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, maupun terkadang secara mistis atau di luar nalar manusian.
Baca juga: Ritual Meminta Hujan Komunitas Tokan Lokan Pito, Dilakukan di Lereng Gunung Api
Cara tersebut dilakukan oleh para leluhur di masa lampau yang menjadi tradisi dan dilestarikan hingga saat ini, salah satunya Cowongan.
Konon menurut cerita yang berkembang di masyarakat, saat musim kemarau panjang, terdapat pasangan suami istri yang bernama Ki Jayaraga dan Nyi Jayaraga yang melakukan tirakat selama 40 hari 40 malam.
Tirakat dilakukan untuk meminta petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa, supaya hujan segera turun.
Setelah tirakat usai, mereka memperoleh wangsit agar segera mengambil siwur yang terbuat dari batok kelapa di rumah warga yang di dalamnya terdapat tiga orang janda.
Baru satu malam, siwur tersebut berbicara kepada Nyi Jayaraga meminta didandani seperti wanita dan dipanggil dengan nama Nini Cowong.
Nini Cowong kemudian meminta kepada Ki Jayaraga dan istrinya untuk menggoyang-goyangkan sambil menyanyikan lagu Siwur Tukung.
Saat lagu selesai dinyanyikan, ada bunyi petir yang sangat keras kemudian turun hujan selama tujuh hari tujuh malam.
Tradisi Cowongan bertujuan memohon kesuburan serta kesejahteraan kepada Dewi Sri.