MAKASSAR,KOMPAS.com - Mantan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak membacakan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Pembacaan eksepsi digelar di Ruang Bagir Manan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (9/8/2023).
Tim Penasihat Hukum Terdakwa Petrus Pieter Ell mengatakan, Pengadilan Negeri Tipikor Makassar tidak berwenang mengadili perkara ini.
Baca juga: Dakwaan KPK, Uang Bupati Mamberamo Tengah Mengalir ke Sejumlah Pihak Ini
Alasan pertama, kata Petrus, sebagian besar saksi yang akan dihadirkan sejumlah 155 saksi berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Klas IA Jayapura yang kewenangannya meliputi seluruh Provinsi Papua, Papua Selatan, Tengah, dan Papua Pegunungan.
"Merujuk pada alasan penahanan yang intinya agar persidangan bisa berjalan cepat, sederhana dan biaya ringan, maka semestinya persidangan ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Klas IA Jayapura, dengan alasan saksi-saksi dari perkara ini locus delicti terjadi Mamberamo Tengah atau Jayapura dan sekitarnya yang terletak di Provinsi Papua," ucapnya.
Baca juga: Uang Mantan Bupati Mamberamo Tengah Diduga Mengalir ke Hinca Pandjaitan dan Partai Demokrat
Kedua, lanjut Petrus, dalam dakwaan JPU KPK, menurutnya dakwaan itu tidak jelas, kabur dan tidak cermat.
"Saya sudah mempelajari dakwaan secara seksama antara lain hal yang sangat fatal dakwaan tidak dijunctokan dengan Pasal 55 ayat 1 KHUP," ujarnya.
Petrus juga menjelaskan bahwa dakwaan yang ditujukan kepada kliennya adalah suap dan gratifikasi. Padahal, dalam kasus ini, pasti lebih dari satu, ada pemberi dan penerima.
"Kami nilai tentu ada peran turut serta. Bahwa dakwaan tersebut tidak jelas alias kabur karena dakwaan dimaksud tidak disusun secara sitematis dan dijunctokan dengan Pasal 55 KUHP. Padahal dalam surat dakwaan tersebut, pada halaman 1 sampai 11 menyebutkan dengan tegas peran dari Saksi Simon Pampamg Direktur Utama PT Bina Kaya Raya, saksi Jusieandra Pribadi Pampang, Direktur Utama PT Bumi Abadi Perkasa dan saksi Marten Toding Direktur Utama PT. Sollata Sukses Membangun dan Direktur CV. Buntu Masakke Jaya," ujar Petrus lagi.
"Dakwaan saudara JPU menjelaskan secara rinci peran saksi Simon Pampang dan Toding itu jelas secara rinci perkaranya sudah inkrah, ini menjadi keberatan kami Majelis Hakim," ungkapnya.
Kemudian, penerimaan Rp 100.000.000 pada tanggal 13 Maret 2013 oleh terdakwa sebelum dilantik sebagai bupati tidak dikategorikan sebagai penyelenggara negara
"Bahwa penerimaan 100 juta terdakwa oleh Simon Pampang pada 13 Maret 2013 masih masyatakat sipil bukan penyelanggara negara. Terdakwa dilantik 25 Maret 2013 sehingga dakwaan terhadap terdakwa bukan sebagai penyelanggara negara," tandasnya.
Bahwa selanjutnya dalam rekapitulasi transaksi pada tanggal 18 Agustus 2013 tercatat transaksi penerimaan sebesar Rp 1.000.000 .
"Nilai Rp 1.000.000 tersebut tidak tergolong gratifikasi dalam negative list yang dimaksudkan oleh KPK," bebernya.
Kesalahan fatal berikutnya, JPU menyebut terjadi pelaksanaan proyek di Distrik Hologayam. Padahal tidak ada Distrik Hologayam dalam wilayah Mamberamo Tengah.