Nino, salah satu penambang menceritakan, di dalam terdapat beberapa sumur yang dibuat mengikuti urat emas. Sumur-sumur itu dihubungkan dengan lorong-lorong sempit.
Lubang tersebut memiliki diameter antara 70-90 sentimeter, sehingga para penambang harus berjalan merunduk. Kedalamannya mulai 20-an meter sampai 60-an meter, tergantung jumlah lubang di dalamnya.
Di sekeliling lubang itu terpasang balok-balok kayu untuk penyangga mengantisipasi reruntuhan tanah. Kondisinya gelap, pengap dan panas.
Dengan hanya mengandalkan penerangan dari senter, Nino biasa bekerja di bawah tanah hingga 12 jam, bahkan pernah sampai 24 jam.
Sumber oksigen berasal dari pipa blower yang sekaligus digunakan untuk komunikasi dengan operator di atas.
Sedangkan untuk kebutuhan makan dan minum dipasok dari atas menggunakan katrol. Katrol ini berfungsi untuk menaikkan karung-karung berisi material tambang.
Sejarah penambangan emas
Penambangan emas ilegal ini sudah berlangsung dari tahun 2014.
Salah satu penambang, Darkim (44), bukan nama sebenarnya- menceritakan, penambangan di lokasi itu bermula dari penemuan emas di Sungai Tajur.
Sungai ini berjarak sekitar 70 meter di sisi selatan lokasi sumur tambang saat ini.
Kabar penemuan emas itu pun cepat menyebar. Warga setempat ikut berduyun-duyun turun ke sungai mencari peruntungan, termasuk salah satunya Darkim.
"Yang menemukan orang Tasikmalaya, pakai alat dulang di sungai. Sejak itu mulai ramai," kata Darkim di sekitar lokasi tambang, Kamis (27/7/2023).
Baca juga: Operasi Penyelamatan 8 Penambang Emas di Banyumas Tidak Diperpanjang
Titik pertemuan antara Sungai Tajur dengan Sungai Datar di sebelah barat daya lokasi tambang saat ini pun berubah menjadi lokasi lahan penambangan terbuka.
Perlahan permukaan Sungai Datar semakin dalam, sehingga warga mulai membuat lubang-lubang di pinggir sungai. Dan kini lokasinya semakin menjauh dari sungai.
"Begitu di sungai mulai sulit (mendapatkan emas), kedalamannya sudah sampai 4 meter, mulai lah melubangi pinggir-pinggir sungai," tutur Darkim.
Total sampai saat ini ada 35 lubang galian. Lima di antaranya telah ditinggalkan pengelolanya dan sisanya masih aktif.
Kepala Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng Wilayah Slamet Selatan, Mahendra Dwi Atmoko mengatakan, sampai saat ini belum ada kajian mengenai potensi kandungan emas di area tersebut.
"Data di kami sampai saat ini belum ada kajian (tentang) ekplorasi emas di lokasi tersebut. Jadi kami belum bisa bicara feasibitinya untuk dilakukan penambangan dalam skala besar," kata Mahendra.
Sistem bagi hasil
Lokasi penambangan emas ini berada di area persawahan dengan luas total kurang lebih 2 hektar.
Kepala Desa Pancurendang, Narisun mengatakan, penggalian itu dilakukan di area persawahan milik warga setempat.
"Lahan pribadi (milik warga setempat), luasnya total mungkin sekitar 2 hektar. Pemilik lahan ada lima orang," kata Nasirun kepada wartawan, Kamis (27/7/2023).
Nasirun menjelaskan, kegiatan penambangan itu menggunakan sistem bagi hasil antara pemilik lahan, pekerja dan pemodal.
"Sistem bagi hasil dengan pemilik lahan," ujar Nasirun tanpa menjelaskan lebih detail besaran bagi hasil yang ditetapkan.
Berdasarkan keterangan Kepala Dusun II Karipto kepada polisi, pembukaan penambangan itu berdasarkan kesepakatan antara pemilik lahan dan penambang.
Adapun persentase bagi hasilnya disepakati 20 persen untuk pemilik lahan, 20 persen untuk pemodal dan 60 persen untuk para pekerja.
Penambangan emas ilegal
Polisi memastikan kegiatan penambangan emas yang berlangsung bertahun-tahun ini tidak mengantongi izin alias ilegal.
"Tambang emas ini tidak berizin," jelas Kapolresta Banyumas Kombes Edy Suranta Sitepu di lokasi kejadian Rabu (26/7/2023).
Kasat Reskrim Polresta Banyumas Kompol Agus Supriadi mengatakan, pada tahun 2017 polresta bersama perangkat desa dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan sosialisasi.
"Pihak Polresta Banyumas bersama dengan perangkat desa dan Dinas ESDM Banyumas pernah melakukan sosialisasi pada tahun 2017, kemudian ada permintaan dari warga untuk tambang tetap beroperasi," ujar Agus.
Berdasarkan keterangan perangkat desa setempat kepada polisi, pihak Koperasi Sela Kencana sebagai wadah para penambang, pada tahun 2021 mengajukan permohonan izin pertambangan rakyat (IPR) ke Dinas ESDM Provinsi Jateng
"Namun sampai sekarang belum turun perizinannya," kata Agus.
Kepala Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng Wilayah Slamet Selatan, Mahendra Dwi Atmoko menyebut, seluruh pertambangan emas di Banyumas statusnya ilegal, karena tidak mengantongi izin pertambangan rakyat (IPR).
Untuk diketahui, selain di Tajur, pertambangan emas tradisional juga dilakukan di wilayah Kecamatan Gumelar.
"Sampai saat ini belum ada IPR di Banyumas, data di kami belum ada. Dan sampai saat ini belum bisa diterbitkan IPR di Banyumas karena belum ada penetapan wilayah pertambangan rakyatnya dari Kementerian ESDM," jelas Mahendra.
Penetapan wilayah pertambangan diawali usulan dari pemerintah kabupaten ke pemerintah provinsi. Setelah melalui kajian teknis, akan diusulkan ke Kementerian ESDM untuk penetapannya.