Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Bahasa Jawa Alami Krisis, Pakar Sebut Pasangan Muda Jarang Mengajarkan ke Anak karena Kurang Populer

Kompas.com - 02/08/2023, 18:50 WIB
Titis Anis Fauziyah,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Ibu nembe wae kondur saking peken (Ibu baru saja pulang dari pasar). Mungkin, kalimat ini sudah jarang terucap dari anak-anak muda di Jawa Tengah maupun Jawa Timur, utamanya bagian perkotaan.

Pakar Bahasa Jawa di Universitas Diponegoro (Undip), Ken Widyawati menyebutkan kondisi bahasa Jawa saat ini sudah mengalami krisis.

Pasalnya, ia menilai hampir 90 persen komunikasi antara orangtua dengan anak cenderung menggunakan bahasa Indonesia sekali pun mereka ialah orang Jawa. Khususnya kalangan pasangan muda yang memiliki anak kecil.

Baca juga: 24 Contoh Cangkriman Wancahan Bahasa Jawa Lengkap dengan Artinya

“Krisis sih sudah ya, karena di lingkungan saya sendiri, di RT saya, di keseharian, hampir 90 persen antara orangtua dan anaknya, terutama pasangan muda yang punya anak kecil, itu kecenderungan mereka menggunakan bahasa Indonesia. Tidak lagi mengajarkan bahasa Jawa kepada anak-anaknya yang baru lahir,” kata Ken saat diwawancarai Kompas.com Selasa (1/8/2023).

Terbukti, hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penutur Bahasa Jawa sekitar 80 juta penduduk menurun sebanyak 0,8 persen.

“Jumlah penutur asli (bahasa Jati) sekitar 73 persen masih menggunakan bahasa Jawa di lingkup keluarga. Sisanya 27 persen orang Jawa tetapi sudah tidak lagi memakai bahasa Jawa di lingkup keluarga,” terang Ken.

Ia menilai krisis ini terjadi karena Bahasa Jawa cenderung dianggap tidak bergengsi atau hal yang lumrah bagi kalangan orang Jawa sendiri. Sehingga pasangan muda lebih tertarik mengajarkan anak Bahasa Indonesia atau Inggris.

“Mungkin ketika anak kecil pandai berbahasa inggris, kan orang memandang, 'wah hebat sekali ya bapak ibunya'. Berbeda dengan anak kecil pandai bertutur jawa dan Krama dengan baik, itu dianggap wajar di masyarakat,” jelasnya.

Faktor lainnya, pasangan muda tidak bisa berbahasa Krama karena tidak diajarkan oleh orangtuanya. Sehingga dia tak dapat membiasakan pada anaknya.

Baca juga: Jenis dan Contoh Cangkriman Bahasa Jawa Lengkap dengan Artinya

Padahal Ken menilai, bahasa Jawa bisa berkembang bila menjadi bahasa ibu dan dipraktikkan keluarga dalam keseharian. Artinya antara orangtua dengan anak, anak dengan orangtua itu menggunakan bahasa Jawa.

“Jadi krisis, apalagi jika mulok ditiadakan. Masih ada bahasa Jawa saja anak sekolah merasa kesulitan kalo misalnya harus menggunakan bahasa Krama,” katanya.

“Apalagi aksara Jawa bagi mereka itu hal yang konyol, kuno. Masak sih harus belajar bahasa yang sudah tidak berlaku, atau bisa dikatakan mati ya. Karena sudah tidak digunakan dalam keseharian kan bisa dikatakan huruf mati. Hanya digunakan untuk membaca naskah atau serat kuno berbahasa Jawa,” lanjutnya.

Pakar Bahasa Jawa di Universitas Diponegoro, Ken Widyawati.Dokumen Pribadi Pakar Bahasa Jawa di Universitas Diponegoro, Ken Widyawati.

Kompas.com berhasil mewawancarai empat orang dari Semarang, Solo, dan Yogyakarta. Mereka sepakat, penutur bahasa Jawa Krama cenderung memiliki kepribadian yang lembut, hangat, dan sopan.

“Menurutku kalau diajarin bahasa Kromo dari kecil, bisa membuat anak punya kepribadian yang lembut, sopan, dan enggak asal nyablak,” ujar Bitta Nur Alfia (26), ibu dua anak yang tinggal di Semarang itu, Selasa (1/8/2023).

Ibu muda itu sebenarnya ingin mengajarkan Krama Alus sejak kecil. Sehingga saat tumbuh besar, anak-anaknya dapat menerapkan bahasa itu untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua.

Baca juga: Kumpulan Ucapan Selamat Tahun Baru Islam 1445 H dalam Bahasa Jawa Beserta Artinya

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

3 Desa di Bangka Belitung Terendam Banjir, 225 Jiwa Terdampak

3 Desa di Bangka Belitung Terendam Banjir, 225 Jiwa Terdampak

Regional
Gara-gara Tak Dikasih Tembakau, ODGJ di NTT Aniaya Ayah dan Bunuh Kakeknya

Gara-gara Tak Dikasih Tembakau, ODGJ di NTT Aniaya Ayah dan Bunuh Kakeknya

Regional
Siswi SD di Padang Pariaman Tewas Terbakar Saat Gotong Royong di Sekolah, Luka Bakar 80 Persen

Siswi SD di Padang Pariaman Tewas Terbakar Saat Gotong Royong di Sekolah, Luka Bakar 80 Persen

Regional
Kapal Pengangkut Karam, 40 Ton Beras Bulog Basah

Kapal Pengangkut Karam, 40 Ton Beras Bulog Basah

Regional
Jalur Pantura Semarang-Demak Macet Parah, Apa Penyebabnya?

Jalur Pantura Semarang-Demak Macet Parah, Apa Penyebabnya?

Regional
Jalan Provinsi dan Negara di Rejang Lebong Terhantam Longsor

Jalan Provinsi dan Negara di Rejang Lebong Terhantam Longsor

Regional
Seorang Anak Hilang Terseret Ombak di Pantai Jetis Cilacap

Seorang Anak Hilang Terseret Ombak di Pantai Jetis Cilacap

Regional
Warung Seblak di Ciamis Diserbu Ratusan Pelamar Kerja, Pemilik Hanya Terima 20 Orang

Warung Seblak di Ciamis Diserbu Ratusan Pelamar Kerja, Pemilik Hanya Terima 20 Orang

Regional
Cerita Pengacara Vina Cirebon, Suami Dibunuh 6 Tahun Lalu di Lampung dan 7 Pelakunya Belum Ditangkap

Cerita Pengacara Vina Cirebon, Suami Dibunuh 6 Tahun Lalu di Lampung dan 7 Pelakunya Belum Ditangkap

Regional
Warga Lampung Barat Diminta Waspadai Cuaca Ekstrem

Warga Lampung Barat Diminta Waspadai Cuaca Ekstrem

Regional
Mandi di Laut, 4 Orang di Purworejo Terseret Ombak, 1 Belum Ditemukan

Mandi di Laut, 4 Orang di Purworejo Terseret Ombak, 1 Belum Ditemukan

Regional
Status Gunung Kelimutu Naik dari Level Normal ke Waspada

Status Gunung Kelimutu Naik dari Level Normal ke Waspada

Regional
Kawah Panas Bumi Erupsi, Aktivitas Pertanian dan Pariwisata Dihentikan Sementara

Kawah Panas Bumi Erupsi, Aktivitas Pertanian dan Pariwisata Dihentikan Sementara

Regional
Mobil Angkut BBM di Kupang Terbakar dan Tabrak Pagar Pos Polisi

Mobil Angkut BBM di Kupang Terbakar dan Tabrak Pagar Pos Polisi

Regional
Tim SAR Terus Cari 10 Warga Tanah Datar yang Terseret Banjir Lahar

Tim SAR Terus Cari 10 Warga Tanah Datar yang Terseret Banjir Lahar

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com