Salin Artikel

Saat Bahasa Jawa Alami Krisis, Pakar Sebut Pasangan Muda Jarang Mengajarkan ke Anak karena Kurang Populer

Pakar Bahasa Jawa di Universitas Diponegoro (Undip), Ken Widyawati menyebutkan kondisi bahasa Jawa saat ini sudah mengalami krisis.

Pasalnya, ia menilai hampir 90 persen komunikasi antara orangtua dengan anak cenderung menggunakan bahasa Indonesia sekali pun mereka ialah orang Jawa. Khususnya kalangan pasangan muda yang memiliki anak kecil.

“Krisis sih sudah ya, karena di lingkungan saya sendiri, di RT saya, di keseharian, hampir 90 persen antara orangtua dan anaknya, terutama pasangan muda yang punya anak kecil, itu kecenderungan mereka menggunakan bahasa Indonesia. Tidak lagi mengajarkan bahasa Jawa kepada anak-anaknya yang baru lahir,” kata Ken saat diwawancarai Kompas.com Selasa (1/8/2023).

Terbukti, hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penutur Bahasa Jawa sekitar 80 juta penduduk menurun sebanyak 0,8 persen.

“Jumlah penutur asli (bahasa Jati) sekitar 73 persen masih menggunakan bahasa Jawa di lingkup keluarga. Sisanya 27 persen orang Jawa tetapi sudah tidak lagi memakai bahasa Jawa di lingkup keluarga,” terang Ken.

Ia menilai krisis ini terjadi karena Bahasa Jawa cenderung dianggap tidak bergengsi atau hal yang lumrah bagi kalangan orang Jawa sendiri. Sehingga pasangan muda lebih tertarik mengajarkan anak Bahasa Indonesia atau Inggris.

“Mungkin ketika anak kecil pandai berbahasa inggris, kan orang memandang, 'wah hebat sekali ya bapak ibunya'. Berbeda dengan anak kecil pandai bertutur jawa dan Krama dengan baik, itu dianggap wajar di masyarakat,” jelasnya.

Faktor lainnya, pasangan muda tidak bisa berbahasa Krama karena tidak diajarkan oleh orangtuanya. Sehingga dia tak dapat membiasakan pada anaknya.

Padahal Ken menilai, bahasa Jawa bisa berkembang bila menjadi bahasa ibu dan dipraktikkan keluarga dalam keseharian. Artinya antara orangtua dengan anak, anak dengan orangtua itu menggunakan bahasa Jawa.

“Jadi krisis, apalagi jika mulok ditiadakan. Masih ada bahasa Jawa saja anak sekolah merasa kesulitan kalo misalnya harus menggunakan bahasa Krama,” katanya.

“Apalagi aksara Jawa bagi mereka itu hal yang konyol, kuno. Masak sih harus belajar bahasa yang sudah tidak berlaku, atau bisa dikatakan mati ya. Karena sudah tidak digunakan dalam keseharian kan bisa dikatakan huruf mati. Hanya digunakan untuk membaca naskah atau serat kuno berbahasa Jawa,” lanjutnya.

Kompas.com berhasil mewawancarai empat orang dari Semarang, Solo, dan Yogyakarta. Mereka sepakat, penutur bahasa Jawa Krama cenderung memiliki kepribadian yang lembut, hangat, dan sopan.

“Menurutku kalau diajarin bahasa Kromo dari kecil, bisa membuat anak punya kepribadian yang lembut, sopan, dan enggak asal nyablak,” ujar Bitta Nur Alfia (26), ibu dua anak yang tinggal di Semarang itu, Selasa (1/8/2023).

Ibu muda itu sebenarnya ingin mengajarkan Krama Alus sejak kecil. Sehingga saat tumbuh besar, anak-anaknya dapat menerapkan bahasa itu untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua.

Akan tetapi ia menilai saat ini masih sulit mengajarkan Bahasa Krama Alus kepada anaknya yang masih balita. Akhirnya ia dan pasangan cenderung mengajarkan Bahasa Indonesia untuk berkomunikasi di rumah.

Sementara Ida Fadilah (26) asal Semarang membiasakan anaknya berbahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Mulai ucapan sederhana seperti nggih dan sampun karena anaknya belum genap berusia 2 tahun.

“Saya akui kalau untuk bahasa memang lebih banyak di bahasa Indonesia. Tapi kadang kita juga pakai bahasa Inggris biar pengetahuannya lebih luas, untuk bahasa Arab kita enggak sih karena enggak bisa, paling ngaji gitu,” kata Ida.

Ida menambahkan, alasannya mengajarkan bahasa Jawa agar anaknya mengerti sopan santun dan tidak meninggalkan budaya Jawa.

“Di satu sisi biar pinter juga karena nanti di sekolahnya bakal ada pelajaran bahasa Jawa. Jadi di biasakan sejak dini,” tandasnya.

Berbeda dengan, Isnaini (26), perempuan single asal Solo ini sudah dibiasakan oleh orangtuanya berbicara bahasa Jawa Krama Alus sejak usia belia.

Selain karena dia hidup di desa, orangtuanya telah berkomitmen membiasakan Bahasa Krama dengan anak untuk melestarikan budaya. Khususnya saat bicara kepada orang yang lebih tua dapat menjaga unggah ungguh atau sopan santun.

“Orangtuaku bilang kalau bahasa Indonesia itu tidak usah diajarkan, pasti anak bisa dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Berbeda dengan Bahasa Jawa kalau tidak dikenalkan dari kecil, nanti akan susah kalau disuruh belajar Bahasa jawa di kemudian hari,” jelas perempuan yang akrab disapa Ifah.

Orangtuanya berpesan, supaya kelak bila ia telah berkeluarga dan memiliki anak untuk menerapkan pembiasaan bahasa Jawa seperti dirinya saat kecil.

Begitu pula orangtuanya berharap agar pasangan muda masa kini juga mendidik anak-anaknya dengan Bahasa Jawa untuk menumpuhkan rasa cinta dan kepemilikan pada budayanya.

Sementara, ibu muda yang tinggal di Yogyakarta, Isna Nur Fajria (27) mengaku tidak mengajarkan bahasa Jawa sama sekali ke anak karena beberapa alasan.

Utamanya, dia kesulitan berbicara bahasa Jawa, karena sejak SD, SMP, dan tinggal di pondok pesantren tidak berbicara bahasa Jawa.

“Jadi aku pake Jawa cuma di rumah aja dan sama orang-orang yang sejak dulu kalo lagi ngobrol pake bahasa Jawa,” katanya.

Isna menambahkan, suaminya hanya berbahasa Jawa secara pasif dan terbatas, karena sejak kecil lingkungannya lebih dominan Bahasa Indonesia.

Begitu pun Isna tidak berbahasa Jawa khususnya Krama ke suami. Namun keduanya mengerti bahasa Jawa.

“Karena tiga hal di atas, kami sama sekali enggak pernah berbahasa Jawa di rumah dan akhirnya enggak ngajari anak bahasa Jawa juga,” tandasnya.

Di samping itu, pemuda asal Salatiga, Alwi Syarif (26) membangun akun Instagram @tansah_cinitra untuk belajar bahasa Jawa dan Krama sejak 2017.

Alwi rutin mengunggah tiga unggahan kosa kata setiap minggunya, dan mengadakan kuis menarik tentang bahasa Jawa dan Krama.

Kini ia memiliki lebih dari 1.000 pengikut yang tertarik belajar dari akun miliknya itu. Meski tak banyak, ia senang saat ini masih ada sejumlah orang yang terketuk dan tertarik untuk belajar bahasa Jawa dan Krama sepertinya.

“Alasan saya membuat akun itu untuk menyalurkan hobi, belajar, dan barangkali bisa menemukan teman sehobi,” tutur Alwi lewat pesan singkat.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/02/185013978/saat-bahasa-jawa-alami-krisis-pakar-sebut-pasangan-muda-jarang-mengajarkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke