Sejumlah guru sekolah swasta di Kota Cimahi, Jawa Barat, berunjuk rasa di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat pada Senin.
Para guru menuntut pemerintah mengevaluasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 di Kota Cimahi.
Ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) Kota Cimahi Ahmad Rofii menyebutkan, banyak sekolah negeri yang tidak mematuhi Surat Keputusan (SK) Wali Kota Cimahi Nomor 420 tentang PPDB.
Ia menjelaskan, dalam SK itu, kuota rombongan belajar (rombel) telah ditetapkan sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM). Akan tetapi, masih ada sekolah yang melanggar aturan tersebut.
Menurutnya, dugaan kecurangan itu berpengaruh terhadap kondisi sekolah swasta yang mengalami penurunan siswa tiap tahun.
"Ini pelanggaran sudah turun-temurun. Kami (para guru di sekolah) swasta sangat sabar, tapi (sekolah negeri) semakin serakah," ungkapnya.
Baca selengkapnya: Kami Guru Sekolah Swasta Sangat Sabar, tapi Sekolah Negeri Semakin Serakah
Keraton Yogyakarta disebut mengalami kerugian miliaran rupiah lantaran adanya penyalahgunaan tanah kas desa (TKD).
Hal ini disampaikan oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X.
“Lha kami keraton berapa puluh milar gitu tanahnya berubah status ya kan, tanahnya kan hilang, kan gitu,” tuturnya, Selasa.
HB X mengungkapkan, kerugian hingga puluhan miliar rupiah itu terjadi karena adanya penyalahgunaan mencapai puluhan hektar.
“Pemilik tanah, permeter berapa dihitung itu saja di Sleman dikali sekian puluh hektar ilang tanah itu, sepertinya jadi milik orang lain kan gitu. Didirikan bangunan yang juga dibeli orang lain lagi gitu, dia mengambil untung,” jelasnya.
Baca selengkapnya: Sultan Ungkap karena Penyalahgunaan Tanah Kas Desa, Keraton Yogyakarta Rugi Puluhan Miliar Rupiah
Pelaku mutilasi di Sleman dan korban sama-saman bergabung dengan salah satu grup di Facebook.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi menerangkan, grup itu berisi kegiatan tidak wajar. Namun, ia tak menjelaskan detail mengenai kegiatan tidak wajar tersebut.
"Sementara bahasa kami adalah kegiatan tidak wajar. Untuk lebih tepatnya nanti kami akan melakukan pemeriksaan terhadap psikologi atau kejiwaan terhadap yang bersangkutan," paparnya, Selasa.
Endriadi menyampaikan, pelaku dan korban saling mengenal di grup tersebut.
Meski sudah saling kenal selama tiga hingga empat bulan, tetapi korban dan pelaku mutilasi baru pertama kali bertemu.
Baca selengkapnya: Pelaku Mutilasi di Sleman dan Korban Kenal di Medsos, Gabung Grup FB Tak Wajar
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Blitar, Asip Agus Hasani; Kontributor Medan, Rahmat Utomo; Kontributor Yogyakarta, Wisang Seto Pangaribowo; Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma | Editor: Pythag Kurniati, David Oliver Purba, Muhammad Syahrial, Ardi Priyatno Utomo, Khairina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.