Kejanggalan itu di antaranya dokumen debitur terkait jabatan dan jumlah gaji serta penerimaan gaji yang sistem cash.
"Kemudian bukti tanda terima DP untuk pembelian untuk pembelian kios hanya berupa surat keterangan tanda terima tunai," kata Dimas.
Kejanggalan lain adalah jaminan (agunan) yang masih berupa Hak Penggunaan Lahan (HPL) dan juga dalam proses.
"Berdasarkan ketentuan BNI saat itu, yang bisa menjadi jaminan harus berupa SHM (sertifikat hak milik) atau SHGB (sertifikasi hak guna bangunan) dan ber-IMB, yang selanjutnya dilakukan pengikatan Hak Tanggungan," katanya.
Baca juga: Sidang Dugaan Korupsi RSUD Pasbar, Saksi: Kerugian Rp 16 M Itu Ngawur
Akibat kredit fiktif ini, kerugian negara mencapai Rp 3,79 miliar.
Para terdakwa didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bandar Lampung Budi mengungkapkan, perkara ini berawal dari pengajuan kredit untuk pembelian kios di Pasar Gudang Lelang, Kecamatan Bumi Waras, pada 2007.
Pengajuan kredit tersebut disetujui pihak bank meski tanpa adanya agunan (jaminan) yang disertakan dari empat orang debitur.
Dalam perjalanannya, angsuran atas kredit tersebut pun bermasalah, sehingga terjadi kredit macet.
"Setelah diberikan kredit, ditemukan ada pelanggaran, yaitu pemberian kredit yang tidak sesuai dengan aturan," kata Budi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.