Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Penipuan-penipuan yang Membuat "Dengkul Bergetar"

Kompas.com - 03/07/2023, 07:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Gaji guru yang dibayarkan melalui perbankan, bisa digunakan untuk pelunasan uang tabungan siswa yang dipinjamnya.

Relasi guru dan murid ibarat hegemoni kekuasaan

Berbicara soal relasi guru dengan murid, apalagi ini terjadi di daerah pelosok, kekuasaan dan status kedudukan guru begitu sangat dihormati oleh masyarakat.

Murid dan orangtua murid tentu sangat menghormati dan mengakui kapasitas keilmuan dan kedudukan guru sebagai pendidik.

Mereka mempercayakan uang tabungan “dipegang” oleh guru tanpa memperkirakan uang tersebut akan “dikemplang”.

Sebagian besar orangtua murid berasal dari keluarga semenjana yang berharap tabungan itu nantinya akan digunakan untuk kelanjutan pendidikan putra-putrinya.

Meminjam istilah Gramsci tentang hegemoni, relasi guru dengan murid, ibaratnya para guru dalam suatu kelas dan anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan cara kekerasan dan persuasi.

Kekerasan tidak selalu diartikan dengan penggunaan fisik, tetapi kekerasan bisa juga dilakukan dengan verbal. Siswa yang terintimidasi karena takut tidak naik kelas atau berharap ada kemudahan nilai dari guru, menjadi alasan siswa untuk menabung.

Hegemoni bukan hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, tetapi hubungan persetujuan dengan mengunakan kepemimpinan.

Dengan demikian, berbeda dengan makna aslinya dalam bahasa Yunani yang berarti penguasaan satu bangsa atas bangsa lainnya, hegemoni dalam pengertian Gramsci adalah organisasi konsensus di mana ketertundukan diperoleh melalui penguasaan ideologi dari kelas yang menghegemoni.

Kasus tabungan siswa yang gagal dikelola dengan baik dan amanah oleh para guru di Pangandaran menjadi bukti “kegagalan” pihak perbankan melakukan literasi pengelolaan keuangan bagi kalangan muda.

Di zaman saya bersekolah dulu di SD Angkasa VI Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, di paruh 1978-an, siswa yang akan menabung diarahkan untuk menabung di Tabanas di kantor pos terdekat.

Di era sekarang yang katanya buka rekening tabungan bisa dilakukan lewat gadget di tangan, uang tabungan milik siswa Pangandaran berjumlah “jumbo” Rp 7,47 miliar bisa raib begitu saja karena melalui “mulut manis” para pendidik yang tidak tahu diri.

Di mana keberadaan bank milik Pemprov Jawa Barat yang bernama BPD Jabar? Di mana fungsi BRI yang konon katanya disebut bank milik pemerintah yang ada hingga di pelosok negeri?

Saya khawatir, trauma dan kebencian siswa terhadap guru-guru mereka yang “mengemplang” uang tabungan nantinya pada masa depan akan melihat profesi guru yang mulia menjadi “miring”.

Tindak kejahatan juga akan bisa direplikasikan pada masa yang akan datang karena faktor learning by doing, yang diterima anak didik sejak dini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com