Sebelumnya diberitakan, salah satu politeknik di Sumatera Barat (Sumbar) kedapatan terlibat dalam praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Politeknik tersebut mengiming-imingi mahasiswanya magang ke Jepang, padahal menjadi buruh dengan jam kerja yang tidak masuk akal di sana.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan para mahasiswa yang dikirim ke Jepang malah bekerja jadi buruh.
Polisi pun menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini yakni G dan EH. Keduanya sama-sama menjabat sebagai direktur di politeknik tersebut dalam periode yang berbeda.
"Selama 1 tahun magang korban melaksanakan pekerjaan bukan layaknya magang. Akan tetapi bekerja seperti buruh," ujar Djuhandani dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (27/6/2023).
Djuhandani menjelaskan, ketika tiba di Jepang, mahasiswa yang lulus untuk mengikuti program magang tersebut bekerja di sebuah perusahaan sebagai buruh.
Sehari-hari, para korban bekerja selama 14 jam dari pukul 08.00 pagi sampai pukul 10.00 malam. Hal tersebut terus mereka lakukan selama 7 hari dalam seminggu, alias tanpa libur.
Bahkan, kata Djuhandani, istirahat yang diberikan oleh pihak perusahaan untuk makan pun hanya selama 10-15 menit.
"Korban tidak dibolehkan untuk beribadah," ucap dia.
Sementara itu, korban juga diberikan upah sebesar 50.000 Yen atau Rp 5 juta per bulan.
Hanya saja, korban diharuskan memberi dana kontribusi ke kampus sebesar 17.500 Yen atau Rp 2 juta per bulan.
Djuhandani menegaskan politeknik tersebut terdaftar di dinas pendidikan setempat.
Kegiatan belajar mengajar di politeknik tersebut saat ini masih berjalan. Namun, untuk program magang ke luar negerinya telah ditutup.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.