BREBES, KOMPAS.com - Setelah sekitar tiga tahun vakum atau tidak mempoduksi garam karena anomali cuaca, kini para petani garam di Desa Sawo Jajar, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah mulai kembali produksi.
Hal itu setelah para petani meyakini durasi musim kemarau tahun ini lebih panjang atau normal seperti pada masa sebelum tiga tahun lalu. Di bulan Juni 2023 ini, petani mulai produksi garam.
"Tiga tahun tidak produksi karena anomali cuaca, harusnya kemarau tapi hujan. Sekarang sudah mulai produksi, karena cuaca kemarau kelihatannya mendukung," kata petani garam desa Sawojajar, Brebes, Rosidi (38), Senin (26/6/2023).
Baca juga: Ngaku Bos Pengusaha Garam Indramayu, 2 Warga Lampung Gondol Rp 42,5 Juta
Rosidi mengatakan, sebelumnya para petani garam di desanya terpaksa tidak memproduksi garam lantaran awalnya selalu merugi.
Pasalnya saat membutuhkan panas sinar matahari langsung untuk menjemur garam, justru hujan turun. "Karena kemarau tapi masih sering hujan, akhirnya tidak produksi. Yang sudah-sudah soalnya rugi," kata Rosidi.
Kini, setelah Juni ini produksi, diperkirakan Agustus mendatang bisa panen. Jika dalam kondisi cuaca yang normal, Rosidi mengaku bisa panen 4-5 kali dalam setahun dengan total garam sekitar 90 ton.
Ketua Gabungan Kelompok Petani (Gapoktan) Garam, Desa Sawo Jajar, Subagjo menyebut akibat berhentinya produksi garam selama 3 tahun terakhir, membuat stok garam di gudang kosong.
"Karena produksi gagal, sekarang tidak ada barang atau stok garam habis," kata Subagjo.
Subagjo mengungkapkan hasil panen garam nantinya dijual ke pengepul dari berbagai wilayah di Pulau Jawa dengan harga Rp. 3.000 per kilogran.
Ia berharap, tahun ini produksi garam di wilayahnya meningkat dengan harga jual yang layak. "Harapannya ketika produksi naik, harganya juga baik. Sehingga jerih payah petani garam terbayar lunas," harap Subagjo.
Subagjo mengatakan dalam proses produksi, para petani terkendala beberapa peralatan penunjang untuk mempercepat panen. Pasalnya peralatan yang digunakan petani saat ini sudah kuno.
"Saat ini yang digunakan membran untuk mempercepat produksi agar hasilnya bagus. Kemudian jika pakai kincir itu kurang cepat menyedot air, sehingga kalau pakai mesin pompa cepat tidak perlu nunggu angin," pungkasnya.
Baca juga: Trunojoyo, Pangeran dari Pulau Garam yang Memberontak Melawan Mataram
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.