Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Politik Dorong Pemilu dengan Sistem Proporsional Terbuka agar Rakyat Punya Peran Pilih Pemimpinnya

Kompas.com - 09/06/2023, 13:49 WIB
Titis Anis Fauziyah,
Khairina

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Pengamat Politik dan Pemerintahan Universitas Diponegoro (Undip), Nur Hidayat Sardini, mendorong sistem pemilihan umum (Pemilu) proporsional terbuka agar rakyat dapat ambil peran dalam memilih pemimpin yang diinginkan.

“Sistem ini (pemilu proporsional terbuka) itu kan penting ya untuk menegaskan kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat itu kan besar. Paling kurang dalam pemilu, namanya kedaulatan pemilih,” ungkap Nur, Jumat (9/6/2024).

Pasalnya, pemilih berpotensi terdampak langsung oleh kebijakan yang dibuat politisi yang bekerja dalam pemerintahan.

Baca juga: Tanggapi Isu Keretakan Hubungan Jokowi dan Megawati, FX Rudy: Tahun Politik, Semua Digoreng Terus

Menurutnya, sistem terbaik sekarang itu sistem terbuka dengan penentuan pemenang pemilu ditentukan suara terbanyak.

Di samping memiliki kelebihan kedaulatan pemilih dalam menentukan pemimpinnya, ia menilai adanya ikatan antara pemilih dan calon pemimpin.

“Karena dia ada keharusan untuk bersifat akuntabilitas, untuk datang ke konsituen,” lanjut Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI pada tahun 2008-2011 itu.

Sistem ini jelas jauh berbeda dengan sistem Pemilu proporsional tertutup yang hanya memungkinkan rakyat memilih secara terbatas.

Pada sistem proporsional tertutup, pemilih dan yang dipilih tidak memiliki hubungan psikologis. Hanya ada hubungan politis antara pemilih, konstituen, dan calon.

Sehingga, nantinya pemerintahan cenderung bersifat elitis dan jauh dari rakyat. Rakyat pun tidak berdaulaut karena pemilu dipaket oleh parpol.

“Kalau tertutup, pemilih hanya disodorkan nama dan disuruh memilih. Nanti yang jadi atau tidak ya partai politik. Itu proporsional murni seperti pada masa orde baru. Bagaimana mungkin kita memilih untuk sesuatu yang kita sendiri tidak tahu?” ungkapnya.

Baca juga: Gugatan Soal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Masih Berproses, Ketua MK Minta 14 Penggugat Menunggu

Ia mengkhawatirkan legislator yang nantinya terpilih bisa saja merasa tak bertanggung jawab pada mereka yang sudah memilih.

“Yang dipilih tidak merasa bertanggung jawab pada yang dipilih. Pemilih tidak akan bergairah. Calon juga akan tidak merasakan adanya peluang untuk menang, kecuali mereka yang deket dengan yang di pusat, ketum parpol misalnya,” ungkapnya.

Pihaknya juga menceritakan sistem pemilu proporsional tertutup atau murni itu pernah diterapkan di Indonesia pada masa orde baru saat Presiden Soeharto memimpin Indonesia selama puluhan tahun.

“Pada masa Orde Baru itu kan kita hanya memilih nomornya saja. Ada daftar 1, 2, 3, 4, 5 misalnya. Nanti partai yang akan menentukan siapa caleg yang jadi berdasarkan proporsi. Otoritas partai sangat-sangat besar di sana,” bebernya.

Hal tersebut baginya jelas membuat gairah siapa pun untuk terjun ke dunia politik semakin mengecil.

Sehingga, Nur Hidayat tetap pada pendiriannya bahwa sistem proporsional terbuka menjadi yang paling tepat untuk negara Indonesia saat ini.

Untuk itu, pihaknya meyakinkan untuk saat ini proporsional terbuka menjadi pilihan terbaik yang dapat diterapkan dalam pemilu di Indonesia.

“Sedangkan sistem proporsional terbuka proporsinya itu 50:50 dan partisipasi partai masih tetap ada. Apalagi nanti dikaitkan dengan penentuan pemenang dalam satu dapil. Penentuan itu berdasarkan suara terbanyak. Nah, itu kita sekarang,” tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gunung Ruang Keluarkan Asap Setinggi 600 Meter

Gunung Ruang Keluarkan Asap Setinggi 600 Meter

Regional
Kisah Relawan Tagana Sumbawa, 14 Tahun Berada di Garda Depan Bencana Tanpa Asuransi

Kisah Relawan Tagana Sumbawa, 14 Tahun Berada di Garda Depan Bencana Tanpa Asuransi

Regional
14 Mobil Damkar Berjibaku Bersihkan Bandara Sam Ratulangi dari Debu Gunung Ruang

14 Mobil Damkar Berjibaku Bersihkan Bandara Sam Ratulangi dari Debu Gunung Ruang

Regional
TKA di Kepri Wajib Bayar Restribusi 100 Dolar AS Tiap Bulan

TKA di Kepri Wajib Bayar Restribusi 100 Dolar AS Tiap Bulan

Regional
Aksi 'May Day' di Semarang Ricuh, Polisi Semprotkan Water Canon Saat Gerbang Didobrak Massa

Aksi "May Day" di Semarang Ricuh, Polisi Semprotkan Water Canon Saat Gerbang Didobrak Massa

Regional
Ayah di Manggarai Timur Diduga Cabuli Anak Kandung sampai Melahirkan

Ayah di Manggarai Timur Diduga Cabuli Anak Kandung sampai Melahirkan

Regional
Daftar ke 4 Parpol, Pj Walkot Bodewin Siap Bertarung di Pilkada Ambon

Daftar ke 4 Parpol, Pj Walkot Bodewin Siap Bertarung di Pilkada Ambon

Regional
Culik Warga, Anggota Geng Motor di Lhokseumawe Ditangkap

Culik Warga, Anggota Geng Motor di Lhokseumawe Ditangkap

Regional
Buruh Demak Terbagi 2, Ikut Aksi di Semarang atau Jalan Sehat Bersama Pemerintah

Buruh Demak Terbagi 2, Ikut Aksi di Semarang atau Jalan Sehat Bersama Pemerintah

Regional
Selingkuh Dengan Teman Kantor, Honorer di Bangka Barat Dipecat

Selingkuh Dengan Teman Kantor, Honorer di Bangka Barat Dipecat

Regional
Pilkada Banten 2024, Airin Rachmi Diany Berharap Restu Megawati dan Cak Imin

Pilkada Banten 2024, Airin Rachmi Diany Berharap Restu Megawati dan Cak Imin

Regional
Mengenang Mei 1923, Saat Mogok Buruh Lumpuhkan Transportasi Semarang

Mengenang Mei 1923, Saat Mogok Buruh Lumpuhkan Transportasi Semarang

Regional
Curhat Lewat Buku Harian, Remaja di Jember Diperkosa Pamannya Sebanyak 10 Kali

Curhat Lewat Buku Harian, Remaja di Jember Diperkosa Pamannya Sebanyak 10 Kali

Regional
Jalur Aceh-Sumut Diterjang Longsor, Polisi Berlakukan Sistem Buka-Tutup

Jalur Aceh-Sumut Diterjang Longsor, Polisi Berlakukan Sistem Buka-Tutup

Regional
17 Sapi di Aceh Mati Disambar Petir

17 Sapi di Aceh Mati Disambar Petir

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com