Sejak tahun 1948 hingga 1949, Mr. Assaat menjabat sebagai Ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia (BP-KNIP), dan menjadi ketua KNIP terakhir sampai KNIP dibubarkan tanggal 15 Desember 1949.
Saat Agresi Militer II meletus, Mr. Assaat bersama dengan Soekarno dan Bung Hatta sempat ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Manumbing, Pulau Bangka.
Selepas Agresi Militer II berakhir, Mr. Assaat dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta.
Dilansir dari laman Kompas.com, hal ini bermula dari sikap Belanda yang terus menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia setelah berlangsungnya Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Berbagai kesepakatan ditempuh untuk mendapatkan pengakuan, termasuk di antaranya adalah Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949.
Salah satu hasil Konferensi Meja Bundar yang mengubah status Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi sebuah negara federasi Republik Indonesia Serikat (RIS).
RIS memiliki tujuh negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Sumatera Selatan.
Selain itu, ada juga sembilan satuan kenegaraan yang berdiri tegak sendiri yakni Jawa Tengah, Belitung, Kalimantan Barat, Daerah Banjar, Kalimantan Timur, Bangka, Riau, Dayak Besar, dan Kalimantan Tenggara.
Selanjutnya, karena keputusan tersebut maka Konstitusi RIS dan UUD 1945 tidak dimungkinkan berlaku secara bersamaan.
Perubahan ini juga mengubah pucuk pimpinan yang berada di Indonesia, dimana Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditunjuk sebagai Presiden dan Perdana Menteri dari RIS.
Hal ini menimbulkan kekosongan pimpinan untuk pemerintahan Negara Republik Indonesia yang memiliki wilayah di Yogyakarta.
Sesuai konstitusi yang ada, jika Presiden dan Wakil Presiden berhalangan dalam memimpin maka semua tanggung jawab dipegang oleh ketua BP – KNIP di mana Mr. Assaat saat waktu itu adalah sosok yang menempati jabatan tersebut.
Maka pada 27 Desember 1949, Presiden RI Soekarno menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Mr.Assaat sebagai Acting President atau Pemangku Jabatan Presiden Republik Indonesia.
Posisi Mr. Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia berlangsung selama 9 bulan, yaitu dari tanggal 27 Desember 1949 hingga 15 Agustus 1950.
Selama menjabat dan melakukan peran sebagai presiden, Mr. Assaat tak mau dipanggil "Presiden" atau "Paduka Yang Mulia".