MADINAH, KOMPAS.com - Siapa sangka, salah satu asisten Imam Masjid Nabawi di Madinah adalah warga Banten, Indonesia. Ia adalah Hasan Tata Abas.
Dalam kesehariannya, Hasan memang tidak banyak dikenal orang. Sebab ia jarang bersentuhan dengan khalayak dan lebih banyak menghabiskan waktunya di Maarots Kadimiyah Masjid Nabawi.
Sehari-hari, Hasan membantu dan melayani Syekh Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qasim yang merupakan satu dari tujuh Imam Masjid Nabawi.
Hasan bertugas menyiapkan ruangan, menyediakan makan, minum, dan sebagainya. Ia juga kerap menemani Sang Imam menjamu para tamunya.
Baca juga: Cerita Mazkur, Tersesat di Masjid Nabawi dan Terselamatkan Gelang Haji
Dengan sigap, Hasan menyajikan qohwah atau teh campuran rempah-rempah, minuman khas Arab Saudi bagi tamu dan syekh.
"Kalau syekh lagi menyusun kitab-kitab, saya yang menyiapkan minumnya. Kalau ada tamu saya yang bawakan oleh-oleh untuk tamu beliau ke mobil, saya yang mikul. Menyediakan dan menyiapkan kantor beliau, ya saya yang mengelap dan sebagainya," katanya.
Sebagai asisten, Hasan bekerja dari Subuh hingga Isya. Sejak pagi Hasan memulai aktivitasnya di Maarots Kadimiyah Masjid Nabawi yang lokasinya tepat di depan pintu 309. Menjelang sore setelah Ashar, Hasan pindah ke Masjid Nabawi.
Hasan yang telah mengabdi sejak 2004 ini mengaku tidak pernah menyangka bisa menjadi asisten Imam Masjid Nabawi.
Saat itu, dirinya baru saja menyelesaikan pendidikannya di pondok pesantren di Padeglang, Banten.
"Awalnya karena ekonomi. Saat itu, baru punya anak satu, saya memutuskan untuk ikut beasiswa gratis di Universitas Islam Madinah (UIM). Dengan izin Allah saya bisa lulus," ujarnya, Rabu (7/6/2023).
Hasan kemudian melamar kerja di Arab Saudi lewat Kafil (sponsor) bin Laden Group untuk ditempatkan di Masjid Nabawi. Bersama 47 peserta lainnya dari berbagai negara di dunia, Hasan menjalani seleksi dan wawancara.
"Saat itu, syekh membutuhkan tenaga asisten. Saya ikut interview qodarulloh diterima. Alhamdulillah kalau menghendaki. Salah satu penunjang untuk bisa lolos adalah hapal 30 juz Al Qur'an meski tidak harus. Terpenting itu kesopanan dan akhlak. Sementara kita orang timur kesopanan tidak dibuat-buat, kesopanan sudah tradisi," ucapnya.
Meski menjadi pelayan, Hasan mengaku bangga dengan tugasnya. Selain bisa dekat dengan ulama-ulama besar, dirinya juga bisa salat kapan pun di Masjid Nabawi. Termasuk mengunjungi Raudhah.
Apalagi hadis Nabi Muhammad SAW menyatakan, orang yang melaksanakan salat di Masjid Nabawi diganjar pahala 1.000 kali lipat dibandingkan salat di tempat biasa.
"Saya sering menangis ya Allah saya ini warga Indonesia, orang kecil, orang bodoh ya. Di Indonesia saya itu tidur juga di pondok bambu, salat juga di musala kampung, saya merantau ke Arab Saudi, Allah beri kesempatan saya berkumpul sama orang-orang saleh setingkat sahabat Rasulullah. Itu yang bikin saya nangis bahagia," tuturnya.