Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Asputia Damayanti
Mahasiswa S2

Mahasiswa Magister Analisis Kebijakan Publik FIA UI

"Hybrid Governance": Keistimewaan dalam Reformasi Birokrasi

Kompas.com - 04/06/2023, 09:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBAGAI salah satu upaya penerapan good governance, penyelenggaraan pemerintah melalui sistem akuntabilitas publik yang baik merupakan wujud keberhasilan dalam pelaksanaan mandat masyarakat yang berimplikasi terhadap pelayanan publik yang baik.

Pelaksanaan reformasi birokrasi menuntut adanya komitmen dari berbagai pihak, sehingga aspek kepemimpinan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan sistem.

Keistimewaan atas pencapaian prestasi kinerja Pemerintah Propinsi DIY tidak terlepas dari keistimewaan sosok Sultan Hamengkubuwono X sebagai Raja Kesultanan Yogyakarta sekaligus Gubernur DIY.

Sultan adalah Gubernur dan Gubernur adalah Sultan. Status itu selalu menyatu dan menjadi simbol keistimewaan DIY sejak kemerdekaan RI.

Dalam kapasitasnya sebagai daerah istimewa yang merupakan kerajaan sekaligus provinsi, Pemerintah Propinsi DIY telah membuktikan keberhasilannya dengan menerapkan sistem hybrid yang memadupadankan sistem modern dan tradisional, yaitu sistem birokrasi modern berbasis tradisi.

Birokrasi modern dijalankan sebagai fundamen tata kelola pemerintahan, sementara fungsi tradisional merupakan hubungan eksklusifitas kekuasaan kesultanan dengan masyarakat Yogyakarta.

Di bawah kepemimpinannya yang sarat dengan perspektif reformasi, keteladanan dan nilai-nilai budaya, mampu membawa Pemerintah Propinsi DIY meraih gelar AA SAKIP Terbaik Se-Indonesia berturut-turut.

Birokrasi Indonesia yang masih bersifat transisional sangat membutuhkan penerapan secara konsisten asas keteladanan bagi kesuksesan kinerja birokrasi.

1. Perubahan fundamental paradigma birokrat dilayani menjadi melayani

Dalam kultur pemerintahan Yogyakarta, sosok birokrat dianggap memiliki status sosial yang tinggi. Hal ini terbukti dari Surat Edaran (SE) Sekretaris Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 800/3945 tanggal 13 Nopember 2009 perihal Arahan PNS di Lingkungan Pemprov DIY Menjadi Abdi Dalem Keraton Yogyakarta.

Berperan sebagai abdi dalem sesuai Surat Edaran, birokrat dituntut memberi suri teladan yang menerapkan nilai-nilai luhur seperti komitmen terhadap kesanggupan tugas (tumindak sarta setia (tuhu) dhumateng kesagahan), memiliki integritas moral (ngutamakaken tumindak ingkang sae sarta prayogi) dan memiliki nurani yang bersih (wening lan jujur manahipun).

Keluhuran nilai-nilai ini, merupakan cerminan bahwa abdi dalem merupakan pelayan bagi masyarakat.

Kerumitan dan proseduralnya birokrasi, seringkali berbenturan dengan berbagai kebijakan yang bersifat baku, teknis, sulit dipahami masyarakat, terkadang tumpang tindih, banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi, hingga deretan meja yang harus dilalui masyarakat ketika harus berurusan dengan birokrasi.

Akhirnya seringkali masyarakat memilih jalan pintas melalui pihak-pihak perantara (calo) untuk melancarkan kerumitan birokrasi.

Faktor-faktor ini memunculkan konsep bahwa masyarakatlah yang melayani birokrat agar kepentingan masyarakat dapat tercapai dan terpenuhi dalam waktu yang cepat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com