Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Asputia Damayanti
Mahasiswa S2

Mahasiswa Magister Analisis Kebijakan Publik FIA UI

"Hybrid Governance": Keistimewaan dalam Reformasi Birokrasi

Kompas.com - 04/06/2023, 09:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Inilah paradigma fundamental dalam reformasi administrasi di dalam birokrasi dengan mendudukkan peran dan fungsi birokrasi secara benar.

Birokrasi harus dibuat sedemikian praktis, efisien, dan mempermudah masyarakat. Sehingga birokrasi bukanlah sesuatu untuk dikompromikan dan dibeli. Sistemnya adalah melayani, bukan dilayani.

Sistem birokrasi dibangun melalui proses yang dipandu dengan aturan dan dilaksanakan dengan anggaran yang diperoleh sebagian besar dari pajak masyarakat. Sepantasnya birokrat mengabdi dan melayani masyarakat, bukan dilayani.

Perubahan paradigma “dari birokrasi yang dilayani, menjadi birokrasi yang melayani” merupakan potret harapan masyarakat terhadap kinerja mental birokrasi.

Melayani merupakan tugas mulia menjadi pelayan bagi sesama untuk mencapai kepuasan masyarakat sebagai kunci keberhasilan birokrasi.

2. Perubahan struktural melalui klasterisasi reformasi berbasis akuntabilitas

Berpegang pada konsep vision driven organization dan zero tolerance for poor governance, secara nyata telah membawa perubahan dalam tata kelola Pemerintah Propinsi DIY secara lebih efektif, efisien, serta mampu menjawab kebutuhan masyarakat.

Hal ini kemudian dituangkan ke dalam berbagai agenda reformasi birokrasi dengan menetapkan area perubahan dalam ranah struktural Pemerintahan Propinsi DIY melalui klasterisasi area reformasi.

Kemudian sejumlah efisiensi kegiatan dilakukan dalam berbagai sektor. Hal ini dilakukan melalui prinsip money follows program dan bukan lagi money follows functions.

Artinya, setiap rupiah pengeluaran pemerintah harus dikaitkan dengan kegiatan yang relevan dengan program dan rencana strategisnya. Kondisi ini yang disebut akuntabel atau baik value for money-nya.

Mengapa pergeseran paradigma dalam mengalokasikan anggaran harus dilakukan? Pakar kebijakan publik Universitas Indonesia, Roy V. Salomo, menilai banyaknya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dibuat bukan atas dasar kebutuhan riil, namun karena pertimbangan politik balas jasa pada saat pemilihan kepala daerah.

Dengan berkurangnya kegiatan, maka proses pembangunan dapat lebih fokus, span of control lebih kecil/baik, kelebihan belanja aparatur dapat dialihkan pada belanja publik, kegiatan bersifat substansial dengan nilai anggaran yang lebih besar sehingga mempunyai nilai tambah yang signifikan dalam pembangunan.

Hal yang menarik dan perlu mendapatkan pujian bagi Pemerintah Propinsi DIY, reformasi birokrasi dilakukan pada sejumlah bidang dan aspek pemerintahan sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi.

Keberhasilan mendapatkan nilai SAKIP yang tinggi tidak semata-mata karena pembenahan pada SAKIP itu sendiri.

Secara terintegrasi dilakukan pembenahan pada sistem Informasi Teknologi yang diterapkan dalam sistem perencanaan pembangunannya yang disebut dengan "Jogjaplan".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com