Namun, akhirnya keanggotaan organisasi ini meluas sampai Bali dan dilakukan dengan tidak melihat keturunan, jenis kelamin, atau agamanya.
Dalam kongres pertama pada Oktober 1908 di Yogyakarta, tercetus tujuan didirikannya organisasi Budi Utomo adalah untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang terhormat melalui pergerakan dalam bidang pengajaran, pendidikan, dan kebudayaan.
Terbukti, dari 1908 sampai 1926, Budi Utomo masih bergerak di bidang sosial dan budaya, serta tidak menyentuh politik.
Dilansir dari Kompas.com, berikut beberapa tujuan Budi Utomo:
Dari tujuan tersebut, Budi Utomo memang secara tersirat memiliki tujuan yang mencakup kehormatan bangsa, di mana bangsa yang terhormat adalah bangsa yang memiliki kesamaan derajat dengan bangsa lain.
Sementara kondisi Indonesia pada saat itu memang dapat dipandang tidak terhormat karena masih di bawah jajahan Belanda.
Dari tujuan tersebut, Budi Utomo memiliki cita-cita tersembunyi, yang kemudian menjadi cita-cita kaum nasionalis Indonesia.
Oleh karena itu, meski Budi Utomo tetap tidak bisa mendeklarasikan dirinya sebagai organisasi politik, namun Belanda sempat menganggapnya sebagai ancaman.
Ancaman tersebut dirasakan terutama bagi kaum bangsawa yang saat itu menjadi penguasa birokrasi dan bekerja sama dengan Belanda.
Pada akhirnya Organisasi Budi Utomo dibubarkan pada tahun 1935, setelah perhimpunan ini melebur ke dalam Partai Indonesia Raya atau Parindra dibawa pimpinan Soetomo.
Namun kehadiran Budi Utomo telah dianggap membangkitkan persatuan bangsa Indonesia dan memicu lahirnya berbagai organisasi pergerakan nasional yang lain.
Hal ini menjadikan Budi Utomo kemudian dinilai sebagai awal dari gerakan yang membangkitkan usaha untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Dilansir dari laman Museum Benteng Vredeburg, momen penetapan Hari Kebangkitan Nasional sendiri terjadi pada tahun-tahun awal setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Saat itu, meski Indonesia telah merdeka namun rakyat masih harus menghadapi kembalinya Belanda yang dibonceng sekutu, serta situasi politik dalam negeri yang kian memanas.
Dalam rangka peringatan berdirinya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1948, Ki Hadjar Dewantara sempat mengadakan pembicaraan dengan Presiden Soekarno mengenai kondisi rakyat yang dirasa membutuhkan simbol persatuan baru.