Pegiat anti-korupsi dari Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengatakan intimidasi yang dialami Husein semestinya tidak terjadi kalau tidak ada kebocoran informasi.
Merujuk pada alur pengaduan di situs lapor.go.id atau sekarang SP4N-Lapor, pelapor bisa mencantumkan identitas anonim.
Lalu, pihak admin pusat yang dikelola kedeputian Pelayanan Publik di KemenPAN-RB akan meneruskan aduan itu ke instansi yang dituju atau berwenang untuk ditindaklanjuti.
Dalam kasus Husein, admin pusat diketahui 'melempar' aduan tersebut ke Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSD) Kabupaten Pangandaran serta Pemerintah Kabupaten Pangandaran.
Pakar administrasi negara dari Universitas Indonesia, Dian Puji Simatupang, menduga pengaduan Husein bocor di tingkat Pemkab.
Baca juga: Ridwan Kamil Satu Jam Bertemu ASN Pemkab Pangandaran, Bahas Dugaan Pungli
Dan hal ini, kata Zaenur, semestinya tidak boleh terjadi.
Sebab pengaduan publik termasuk "rahasia jabatan yang tidak boleh dibocorkan".
Untuk memperjelas benar atau tidaknya dugaan tersebut, Zaenur meminta KemenPAN-RN dan Pemkab Pangandaran untuk melakukan investigasi.
"Situs lapor.go.id harusnya aman. Kalau terjadi kebocoran harus diaudit. Temukan sumber kebocoran untuk dilakukan pembenahan," imbuh Zaenur.
"Kalau sudah ditemukan pihak yang membocorkan, harus ditegakkan peraturan disiplin ASN dan bisa dikenakan sanksi disiplin."
Tapi lebih dari itu, dia menilai Whistleblowing System yang ada di tingkat kabupaten/kota "sangat tidak menjamin perlindungan pelapor".
Selain karena implementasi aturannya tidak berjalan baik, instansi-instansi di daerah, kata Zaenur, sudah rusak.
Baca juga: Guru Husein di Pangandaran Lapor Pungli Malah Diintimidasi
"Karena terlapor bisa mengidentifikasi siapa yang lapor tanpa harus dibocorkan. Jadi ini lebih ke kultur organisasi atau instansinya."
Sementara itu, pakar administrasi negara dari Universitas Indonesia, Dian Puji Simatupang, menilai portal aduan seperti SP4N-Lapor sebaiknya dikelola oleh tim independen seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Jangan dilimpahkan kepada institusi terkait maupun lembaga pengawas internal agar tidak terjadi konflik kepentingan yakni upaya saling melindungi antar-pihak yang terlibat, kata Dian.
"Jadi ada gugus tugas sendiri. Nanti BPKP yang akan mengkroscek ke pimpinan lembaga tersebut."
"Pengawasan ASN harus terpusat, jangan terbagi-bagi. Supaya menjaga kerahasiaan dan menghindari kebocoran seperti ini."
Mengacu pada survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2021, dari 1.201 ASN yang disurvei, ada 23,8% yang mengaku kecil kemungkinan untuk melapor jika terjadi penyelewengan atau korupsi.
Keengganan melapor itu alasannya beragam, mulai dari takut mendapat masalah (13,6%), proses melapor berbelit-belit (7,5%), pesimistis kalau laporannya tidak akan ditindaklanjuti (6,4%).
Adapun 47,7% responden mengaku cukup besar kemungkinan akan melapor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.