Salin Artikel

Soal Guru di Pangandaran yang Diintimidasi Usai Lapor Pungli, Bagaimana Perlindungan Bagi Pelapor?

Sebab, menurut seorang pegiat anti-korupsi, aduan yang disampaikan Husein Ali Rafsanjani termasuk "rahasia jabatan yang tidak boleh dibocorkan".

Merespons persoalan ini, Juru bicara KemenPAN-RB, Mohammad Averrouce berjanji bakal mengecek alur pelaporan itu apakah dijalankan dengan sesuai mekanisme atau tidak.

Adapun Bupati Pangandaran, Jeje Wiradinata, akan mengundang Husein ke kantornya untuk meminta klarifikasi soal dugaan pungli tersebut.

Video berisi pengalaman Husein Ali Fafsanjani mengikuti kegiatan latihan dasar (latsar) saat menjadi aparatur sipil negara di Kabupaten Pangandaran, tiga tahun silam, viral di media sosial TikTok.

Di situ, dia bercerita soal adanya dugaan pungutan liar (pungli).

Seminggu sebelum latsar, katanya, para peserta diminta membayar 'uang transportasi' sebesar Rp270.000 untuk mengikuti pelatihan. Padahal klaimnya, biaya untuk kegiatan tersebut sudah dianggarkan.

"Yang bikin jengkel, ikut enggak sama rombongan - kalau saya naik motor dan ada juga yang enggak bisa ikut karena lagi hamil dan sakit pun harus tetap bayar," ujar Husein dalam video di TikToknya.

Kemudian saat latihan dasar berlangsung, peserta tiba-tiba kembali diminta membayar Rp310.000 yang tidak diketahui peruntukannya.

Husein keberatan dengan pungutan tak jelas itu. Apalagi, gajinya selama tiga belum dibayar atau dirapel.

"Sampai sama yang nagih tuh saya bilang, 'Saya enggak ada uang banget'. Saya kasih screenshot [tangkapan layar] isi rekening saya Rp500 ribu saja enggak ada."

Persoalan pungutan di kegiatan latsar itu lantas ia laporkan ke situs pengaduan online: lapor.go.id.

Di aduan tersebut, Husein turut mencantumkan tangkapan layar percakapan WhatsApp berisi penagihan 'uang transportasi' beserta bukti transfer dengan identitas anonim.

Tak lama setelah aduan itu dikirim, sambung Husien, beberapa pihak yang diduga pegawai Pemkab Pangandaran mencari identitas pelapor.

"Karena banyak yang dituding, kasihan saya enggak mau merugikan orang, saya mengaku saja bahwa itu saya yang melapor."

"Dari situ ditelepon untuk menghadap ke kantor BKPSDM Pangandaran. Itu suasananya enggak enak. Saya dikepung 12 orang dan ditanya kenapa lapor?"

Di pertemuan selama enam jam itu, Husein menyampaikan keberatannya soal 'uang transportasi' dan mempertanyakan anggaran latsar yang disebut sudah dialihkan untuk penanganan Covid-19.

Hingga akhirnya dia dipaksa menghapus aduannya di situs lapor.go.id sebab kalau tidak ancamannya dipecat.

"Kalau laporan ini enggak diturunin, bisa dipecat karena dianggap merusak nama baik instansi."

"Saya dengan polosnya, karena waktu itu masih umur 25 tahun, saya bilang 'Ya sudah saya minta surat pemecatannya hari ini juga'."

Pihak yang diduga dari Pemkab Pangandaran, ujar Husein, lantas mengintimidasinya lewat sekolah tempatnya mengajar.

Tak nyaman dengan kondisi itu, dia kembali dipanggil untuk menghapus aduan itu dan dia pun akhirnya mengiyakan.

"Ya sudahlah saya capek karena banyak yang dirugikan, saya nurunin laporan. Sampai bulan Maret 2022 ada kasus lagi di instansi itu yakni CPNS yang mengambil uang kas."

"Tapi kok prosesnya enggak kayak saya. Saya diperlakukan kayak koruptor, pembunuh."

Video yang telah disaksikan satu juta kali ini ditanggapi Bupati Pangandaran, Jeje Wiradinata. Ia mengaku bakal menemui Husein pada Kamis (11/05) untuk menindaklanjuti dugaan pungli.

"Saya akan segera mengumpulkan berbagai pihak dan pejabat terkait untuk menindaklanjuti perihal pengaduan tersebut," kata Jeje di kolom komentar Instagram pribadinya.

Selain itu, Jeje juga akan mengajak Husein kembali mengajar di Pangandaran. Sebab guru ASN di wilayah tersebut katanya masih kurang.

Menjawab undangan bupati, Husein menyatakan akan datang sendiri.

"Besar harapan saya tidak adanya tekanan pada saya. Saya sempat bercanda ke teman, 'Kalau saya hari Kamis enggak pulang ke Bandung cari sampai ketemu'. Tapi mudah-mudahan itu hanya bercanda," ucapnya di video TikTok.

Ada kebocoran informasi pengaduan?

Pegiat anti-korupsi dari Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengatakan intimidasi yang dialami Husein semestinya tidak terjadi kalau tidak ada kebocoran informasi.

Merujuk pada alur pengaduan di situs lapor.go.id atau sekarang SP4N-Lapor, pelapor bisa mencantumkan identitas anonim.

Lalu, pihak admin pusat yang dikelola kedeputian Pelayanan Publik di KemenPAN-RB akan meneruskan aduan itu ke instansi yang dituju atau berwenang untuk ditindaklanjuti.

Dalam kasus Husein, admin pusat diketahui 'melempar' aduan tersebut ke Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSD) Kabupaten Pangandaran serta Pemerintah Kabupaten Pangandaran.

Pakar administrasi negara dari Universitas Indonesia, Dian Puji Simatupang, menduga pengaduan Husein bocor di tingkat Pemkab.

Dan hal ini, kata Zaenur, semestinya tidak boleh terjadi.

Sebab pengaduan publik termasuk "rahasia jabatan yang tidak boleh dibocorkan".

Untuk memperjelas benar atau tidaknya dugaan tersebut, Zaenur meminta KemenPAN-RN dan Pemkab Pangandaran untuk melakukan investigasi.

"Situs lapor.go.id harusnya aman. Kalau terjadi kebocoran harus diaudit. Temukan sumber kebocoran untuk dilakukan pembenahan," imbuh Zaenur.

"Kalau sudah ditemukan pihak yang membocorkan, harus ditegakkan peraturan disiplin ASN dan bisa dikenakan sanksi disiplin."

Tapi lebih dari itu, dia menilai Whistleblowing System yang ada di tingkat kabupaten/kota "sangat tidak menjamin perlindungan pelapor".

Selain karena implementasi aturannya tidak berjalan baik, instansi-instansi di daerah, kata Zaenur, sudah rusak.

"Karena terlapor bisa mengidentifikasi siapa yang lapor tanpa harus dibocorkan. Jadi ini lebih ke kultur organisasi atau instansinya."

Sementara itu, pakar administrasi negara dari Universitas Indonesia, Dian Puji Simatupang, menilai portal aduan seperti SP4N-Lapor sebaiknya dikelola oleh tim independen seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Jangan dilimpahkan kepada institusi terkait maupun lembaga pengawas internal agar tidak terjadi konflik kepentingan yakni upaya saling melindungi antar-pihak yang terlibat, kata Dian.

"Jadi ada gugus tugas sendiri. Nanti BPKP yang akan mengkroscek ke pimpinan lembaga tersebut."

"Pengawasan ASN harus terpusat, jangan terbagi-bagi. Supaya menjaga kerahasiaan dan menghindari kebocoran seperti ini."

Masih ada ASN yang enggan melapor

Mengacu pada survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2021, dari 1.201 ASN yang disurvei, ada 23,8% yang mengaku kecil kemungkinan untuk melapor jika terjadi penyelewengan atau korupsi.

Keengganan melapor itu alasannya beragam, mulai dari takut mendapat masalah (13,6%), proses melapor berbelit-belit (7,5%), pesimistis kalau laporannya tidak akan ditindaklanjuti (6,4%).

Adapun 47,7% responden mengaku cukup besar kemungkinan akan melapor.

https://regional.kompas.com/read/2023/05/11/120500278/soal-guru-di-pangandaran-yang-diintimidasi-usai-lapor-pungli-bagaimana

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke