Pemerintahan Sultan Trenggana berakhir setelah Ia wafat dalam peperangan yang terjadi di Pasuruan tahun 1546.
Setelah Sultan Trenggana, tahta penguasa Kerajaan Demak diisi oleh putranya yang bernama Sunan Prawoto.
Namun Sunan Prawoto hanya memimpin selama beberapa tahun saja karena ia lebih tertarik untuk mendalami kehidupannya sebagai seorang ulama yang menyebarkan Islam ke seluruh penjuru Jawa.
Selepas Sunan Prawoto, tahta kerajaan jatuh pada sosok bernama Arya Penangsang.
Dalam sejarahnya, dikatakan bahwa bahwa Sunan Prawoto meninggal karena dibunuh oleh orang suruhan Arya Penangsang.
Hal ini karena Arya Penangsang ingin mengambil alih kekuasaan di Kerajaan Demak.
Arya Penangsangan kemudian memindahkan pusat pemerintahan kerajaan ke Jipang.
Berbagai konflik mulai muncul setelah tindakan itu dilakukan, terlebih setelah adanya pemindahan Kerajaan Demak ke Pajang pada tahun 1586 karena Sultan Hadiwijaya berhasil mengalahkan Arya Penangsang.
Pada masa itu pula Kerajaan Demak berakhir atau runtuh dan jatuh ke tangan Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, pendiri Kerajaan Pajang.
Runtuhnya Kerajaan Demak disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:
Sengketa kekuasaan terjadi karena Raden Patah diketahui mempunyai banyak anak laki-laki, tapi berasal dari ibu yang berbeda-beda.
Hal ini bertambah rumit setelah Adipati Unus meninggal tanpa memiliki keturunan anak laki-laki.
Perang saudara terjadi karena perebutan tahta antara dua putra Raden Patah yaitu Pangeran Surowiyoto (Sekar Seda Lepen) dengan Sultan Trenggana.
Hal ini terjadi karena Seda Lepen yang merupakan putra tertua dari sang raja, tapi Ia terlahir dari istri ketiga. Sementara Sultan Trenggana yang lebih muda, lahir dari istri yang pertama.
Sunan Prawoto yang merupakan Sultan Trenggana bahkan membunuh Seda Lepen karena kedudukannya tidak berjalan lancar dan ditentang keras.